Ka’ab bin Zuhair: Penyair Ulung yang Sering Mencaci Nabi Muhammad saw., tetapi Berujung Cinta

Ka’ab bin Zuhair: Penyair Ulung yang Sering Mencaci Nabi Muhammad saw., tetapi Berujung Cinta

MAHADALYJAKARTA.COM – Qasidah Burdah sudah tidak asing di telinga kita, apalagi di kalangan pondok pesantren. Qasidah Burdah merupakan salah satu salawat sangat masyhur yang berisi syair-syair pujian kepada Nabi Muhammad saw. Namun, apakah kamu tahu, sebelum pujian-pujian itu ditulis, hinaan dan cacian pernah terlontarkan dari Ka’ab bin Zuhair, seorang penyair ulung dan penulis burdah itu sendiri kepada Nabi Muhammad saw.

Ka’ab bin Zuhair adalah seorang penyair Arab pada abad ke-7 yang sezaman dengan Nabi Muhammad saw. Ia merupakan penyair terkenal kala itu. Semua syairnya dapat diterima oleh telinga masyarakat Arab dengan gembira karena isinya selalu mencaci Nabi Muhammad saw. Bujair bin Zuhair, sebagai saudara Ka’ab bin Zuhair pun sempat kesal, lalu ia mengirim surat kepada saudaranya itu, “Jika kamu berkeperluan, maka datangi saja Nabi, karena beliau tidak akan membunuh seorang pun yang datang kepadanya dalam keadaan muslim dan bertaubat. Jika kamu enggan melakukannya, maka selamatkanlah dirimu.”

BACA JUGA, YUK! Ulama Tolak Berdasi: KH. Asnawi Tokoh Sejarah yang Membumikan Salawat Kebangsaan

Ka’ab bin Zuhair pun membalas surat dari Bujair bin Zuhair dengan menulis bait-bait sya’ir sebagai berikut:

Aku sudah terima suratmu,

Wahai Bujair, persetan dengan apa yang kamu katakan itu

Coba jelaskan padaku

Jika hanya itu yang bisa kamu lakukan

Kamu akan terus diperbudak oleh Muhammad

Bahkan kamu tidak akan pernah bertemu saudaramu

Dan jika kamu terus bersikap keras kepala

Aku tidak menyesal kehilangan kamu

Mudah-mudahan saja ada orang budiman itu,

Yang akan memberimu gelas berisi minuman yang segar.

Ketika surat itu sampai kepada Bujair bin Zuhair, ia langsung memberitahukan kepada Nabi Muhammad saw. agar tidak ada sesuatu apa pun yang ia sembunyikan. Nabi Muhammad saw. menjawab, “Orang yang aman dan tak berbahaya memberimu minuman itu benar. Dan ia dusta, akulah yang aman dan tidak berbahaya.”

Kemudian, Bujair bin Zuhair membalas surat dari Ka’ab bin Zuhair:

Aku ingin sampaikan kepada engkau, Ka’ab

Apakah kamu akan terus membiarkan dirimu

Tenggelam dalam kebatilan

Sementara aku sedang tekun menuju kepada Allah semata

Bukan lagi kepada Latta dan ‘Uzza

Kamu akan selamat, jika mau masuk Islam

Terutama kelak pada hari

Ketika semua manusia tidak ada yang lolos dari bencana

Selain orang yang bersih hatinya

Agama yang dianut Zuhair tidak ada apa-apanya

Dan agama Abu Sulma juga terlarang bagiku

Ketika surat itu sampai kepada Ka’ab bin Zuhair, ia merasa bumi terasa sesak. Ia bersedih akan dirinya sendiri. Riuhlah suara orang-orang yang ada di sekitar membicarakan tentang nasibnya. Ada yang berkata, “Ia pasti akan dibunuh”. Mendengar hal itu, Ka’ab bin Zuhair merasa bertambah bingung dan cemas. Lalu, ia mencari cara agar bisa terbebas dari kecemasan itu. Akhirnya Ka’ab bin Zuhair mendendangkan syair yang memuji-muji Nabi Muhammad saw. sambil menyebutkan ketakutannya terhadap musuh. 

Ka’ab bin Zuhair akhirnya memutuskan untuk pergi ke Madinah menemui Nabi Muhammad saw. seusai beliau melaksanakan shalat Subuh. Ka’ab bin Zuhair mendekati Nabi Muhammad saw. lalu meletakkan tangannya ke tangan beliau. Ka’ab bin Zuhair berkata: “Wahai Nabi! Sungguh, aku Ka’ab bin Zuhair, aku meminta jaminan keamanan kepadamu, sebagai orang yang bertaubat dan muslim. Apakah engkau menerimanya?” Nabi Muhammad saw. menjawab “Ya”.

BACA JUGA, YUK! Ranggawarsita: Sang Pujangga Terakhir dari Keluarga Santri

Ka’ab bin Zuhair pun masuk Islam. Dengan keislamannya ini, dapat dikatakan bahwa para penyair yang menentang Islam telah berakhir. Bahkan Dhirar bin Al-Khattab, Abdullah bin az-Zab’ari, dan Abu Sufyan bin Al-Harits bin Hisyam telah memeluk Islam. Al-Busiri meriwayatkan bahwa Ka’ab bin Zuhair bukan hanya diberikan perlindungan oleh Nabi Muhammad saw. ia juga dipuji karena syair pujian yang sangat bagus. Akhirnya, Nabi Muhammad saw. memberikan sebuah jubah untuknya. Dalam bahasa Arab, jubah disebut dengan Al-Burdah. Karena itulah syair Ka’ab bin Zuhair disebut Al-Burdah.

Dalam kisah di atas, bahwasannya orang yang membenci orang lain belum tentu akan membenci selamanya, begitu juga sebaliknya. Separas dengan hadits Abu Hurairah r.a. Nabi Muhammad saw. bersabda:

“Cintailah orang yang kamu cintai sekadarnya. Bisa jadi orang yang sekarang kamu cintai suatu hari nanti harus kamu benci. Dan bencilah orang yang kamu benci sekadarnya, bisa jadi di satu hari nanti dia menjadi orang yang harus kamu cintai.” (//)

REFERENSI:

Abdussalam Muhammad Harun, Tahdzib Sirah Ibnu Hisyam, Beirut, Lebanon: Dar Al-kutub Al-ilmiyah, 2018.

Muhammad bin Ishaq, As-Sirah An-Nabawiyah li-Ibni Ishaq, Lebanon: Dar Al-kutub Al-ilmiyah, 2021.

Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah, Jami’ussiroh, Lebanon: Darul Wafa’, 2002M/1423H.

Ali Muhammad Ash-Shallabi, Ghazwat Ar-Rasul Durus Wa ‘Ibar Wa Fawaid,Terj. Masturi Irham dan M. Asmu’i Taman, Ketika Rasulullah Harus Berperang, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2017.

Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah, Zadul Ma’ad, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2008.

Dr. Shalih bin Fauzan Al-Fauzan, Ittiba’ Rasulullah Saw. Jakarta Timur: Akbar Media, Cetakan 2011.

Kontributor: Manda Putri, Semester V

Penyunting Bahasa: Isa Saburai

Leave a Reply