Indonesia Macan Asia Pada Masanya: Meraih Kebanggaan sebagai Swasembada Beras Terbesar di Dunia

Indonesia Macan Asia Pada Masanya: Meraih Kebanggaan sebagai Swasembada Beras Terbesar di Dunia

MAHADALYJAKARTA.COM – Sebagai Bangsa Indonesia, kita harus membuka mata tentang sejarah bangsa kita yang mungkin dapat membangkitkan rasa cinta dan bangga serta bisa mempengaruhi semangat untuk melanjutkan estafetnya. Sampai saat ini, sejarah itu masih melekat dan tak bisa dihilangkan meskipun sekarang malah berbanding terbalik keadaannya. Swasembada Beras ini pernah tercapai pada era orde baru yang dipimpin oleh Presiden kedua, Jenderal Besar TNI (purn.) H.M. Soeharto pada tahun 1984 – 1988. Pada saat itu tidak ada impor beras dari luar, karena adanya intensifikasi, perkembangan teknologi dan perluasan lahan.  

Asal mula mengapa orang Indonesia sangat mencintai beras dan tidak bisa digantikan dengan karbohidrat yang lain untuk memenuhi asupan makanan sehari-hari adalah pada saat Kerajaan Mataram berjaya, salah satu bukti keberhasilan seorang raja adalah dengan makmur dan meningkatnya pangan untuk masyarakat, negeri dan bisa diekspor. Selain itu, kentalnya paham sinkretisme yang dianut oleh masyarakat Nusantara, bahwasannya Dewi Sri adalah dewi yang diidentikkan sebagai dewi padi yang berarti membawa kesuburan dan keragaman pangan. Dan reduksi Dewi Sri ini merupakan bagian dari strategi politik pangan bias beras dan kemudian menguat di era Kerajaan Mataram yang didengungkan hingga saat ini. Paradigma ini sukses membuat masyarakat Indonesia meyakini secara turun temurun bahwa makanan pokok yang dimakan adalah nasi atau beras. 

Pada era orde baru, Presiden kedua kita berhasil membanggakan Indonesia dengan perolehan penghargaan dari FAO (Food and Agriculture Organization) sebagai Swasembada Beras terbesar di dunia, bahkan sampai bisa diekspor atau disumbangkan kepada negara yang kekurangan pangan. 

Dari segi gaya kepemimpinan, Soeharto menerapkan gabungan dari proaktif-ekstraktif dengan adaptif-antisipatif, yaitu mampu menangkap peluang yang ada dan dapat melihat tantangan yang berdampak positif serta mempunyai visi yang maju kedepan serta sadar akan perlunya langkah-langkah tanggap yang harus disesuaikan dengan keadaan. Presiden Soeharto juga lebih condong pada pemerintahan yang otoriter, yakni bentuk pemerintahan yang bercirikan dengan penekanan kekuasaan dipegang penuh oleh negara atau pribadi tertentu, tanpa melihat derajat kebebasan individu. 

Bukan waktu yang singkat presiden kedua kita ini menjabat sebagai kepala negara. Dan bukan pencapaian yang mudah, bahwa Indonesia bisa mendapatkan gelar swasembada beras di masanya yang dikokohkan di khalayak umum dunia di Roma, Italia oleh FAO pada tahun 1985. Pada saat itu, Soeharto berpidato “Jika pembangunan pangan kami dapat dikatakan mencapai keberhasilan, maka hal itu merupakan kerja raksasa dari suatu bangsa secara keseluruhan”. 

Pada masa orde baru, dicanangkan Repelita (Rencana Pembangunan Lima Tahun) yang digagas oleh Widjojo Nitisastro pada tahun 1967 saat menjabat sebagai kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). Repelita ini dilaksanakan selama 30 (tiga puluh) tahun pada masa jabatan Soeharto yang kurang lebih 32 tahun lamanya. Program ini menerapkan pembangunan terpusat untuk ekonomi makro yang ada di Indonesia.

Kini Indonesia sedang berduka, stok pangan pokok negara sedang krisis.  Ketergantungan masyarakat Indonesia kepada beras juga membantu memperparah krisis tersebut.  Menurut riset, di tahun 2019 hingga 2020 masih terbantu dengan adanya stok bulog di dalam negeri. Akan tetapi, di tahun 2021/2022 sampai tahun selanjutnya masih harus menemukan terobosan baru. Jumlah stok pangan (beras) yang tersedia sekarang tidak dapat mencapai kata cukup. Disaat pemerintah ingin mengejar kebutuhan pangan di dalam negeri, akan tetapi pertumbuhan penduduk juga meningkat. Dalam konteks ini, banyak yang bisa dikaji dan direnungi bahwa masih banyak makanan pokok yang kaya akan serat dan dapat memenuhi kebutuhan gizi di dalam tubuh. 

Referensi:

Jacob Oetama, Warisan (daripada) Soeharto, (Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2008)

Amran (Andi) Sulaiman, Sukses Swasembada Indonesia menjadi Lumbung Pangan Dunia 2024, (Kementerian Pertanian RI, 2018) 

Sulaiman Firdaus dkk, Swasembada Beras dari Masa ke Masa, (Bogor: IPB Press, 2008)

Muryanti, Pedesaan dalam Putaran Zaman: Kajian Sosiologis Petani, Pertanian dan Pedesaan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2017)

Zainuddin Djafar, Soeharto: Mengapa Kekuasaannya dapat Bertahan Selama 32 Tahun, (Depok: FISIP UI Press, 2005)

Kontributor: Wardatun Nafisah Azzuhriyah, Semester VI

Leave a Reply