MAHADALYJAKARTA.COM – Di dalam dunia Islam, banyak mazhab yang berkembang di berbagai bidang. Tidak hanya di dalam bidang fikih, tetapi juga dalam teologi atau kalam, filsafat, bahkan tasawuf. Dalam hal ini Mufatihatul Islam menjelaskan bahwa mazhab sesungguhnya adalah pendapat atau aliran yang berawal dari pemikiran seorang imam atau intelektual dalam memahami sesuatu, baik secara filsafat, hukum, teologi, politik, maupun ranah lainnya. Adapun menurut Abu Zahrah dalam bukunya yang berjudul Tarikh Almazahib Al-Islamiah yang menjelaskan sebagian faktor yang mendorong lahirnya sebuah mazhab, dikarenakan adanya perbedaan pemikiran, ketidakjelasan masalah yang menjadi objek pembahasan dan perbedaan kepentingan, serta perbedaan cara pandang atau paradigma, dan faktor pendorong lainnya.
Secara bahasa, mazhab berasal dari bahasa Arab yang berarti jalan yang dilalui dan dilewati. Dalam makna lainnya, mazhab merupakan sesuatu yang menjadi tujuan seseorang, baik konkret maupun abstrak. Sebuah pemikiran atau ajaran bisa disebut sebagai mazhab jika pemikiran tersebut mempunyai ciri khas dan diikuti oleh sejumlah orang. Di dalam The Oxford Encyclopedia of The Modern Islamic World menjelaskan bahwa mazhab di dalam Islam mulai tumbuh pada pertengahan abad ke delapan.
Pada masa ini, sejumlah ulama hadir berkontribusi melahirkan mazhab di tengah masyarakat Islam. Dalam mazhab fikih di kalangan Sunni, terdapat 4 nama imam yang terkenal. Mereka adalah Abu Hanifah (pendiri mazhab Hanafi) atau Imam Hanafi, Malik bin Anas (pendiri mazhab Maliki) atau Imam Malik, Muhammad bin Idris asy-Syafi’i (pendiri mazhab Syafi’i) atau Imam Syafi’i, dan yang terakhir Ahmad bin hanbal (pendiri mazhab Hanbali) atau Imam Hanbali. Masing-masing mereka memiliki karakteristik yang berbeda, pada Imam Abu Hanifah yang dikenal sebagai Sang Imam Syahid, Imam Malik Ibn Anas dikenal sebagai Sang Pecinta Madinah dan Imam Dua Tanah Suci, Imam Syafi’i dikenal sebagai Sang Hakim Syariat beserta khatib nya Sang Ahli Fikih, dan Imam Ahmad Ibn Hambali sempat dikenal sebagai Imam yang dicemarkan pada masa nya.
Seorang imam yang diberi digelar sebagai Imam Darul Hijrah yang memiliki makna Imamnya Kota Madinah, yang merupakan kota hijrahnya nabi. Yang mana dia menghabiskan hampir seluruh hidupnya dengan menyibukkan diri dan menghabiskan waktunya untuk mengajar dan berdakwah di kota tempat Rasulullah wafat. Dan jika keluar dari tanah kelahiran itu (Madinah) hanya ketika akan melaksanakan ibadah umrah dan haji ke Makkah. Kecintaannya pada kota nabi itu membuatnya bertahan meski harus bertentangan dari penguasa dikarenakan adanya perbedaan pendapat dalam fikih.
Kutipan singkat tersebut termaksud dalam bagian dari kisah Imam Malik, pendiri dari mazhab Maliki. Ketekunannya dalam mengkaji dan menekuni ilmu pengetahuan, membuat Imam Malik muncul sebagai sosok yang berpengetahuan luas dan mendalam tentang berbagai bidang ilmu agama. Sehingga menjadikannya sebagai rujukan banyak orang dan juga menjadi guru dari para ulama, bahkan dari kalangan tokoh dan ulama terkenal pun pernah belajar kepada Imam Malik tak kurang dari 1.300 orang. Dengan wujud kecintaannya terhadap ilmu menjadikan hampir seluruh hidupnya diabadikan di dalam dunia keilmuan dan dakwah.
Seorang imam yang terlahir dari keluarga pecinta ilmu ini dilahirkan pada tahun 93 Hijriah/714 Masehi di daerah Dzi al-Marwah yang terletak agak jauh dari Madinah, ialah Abu Abdullah Malik bin Anas bin Malik bin Abu Amir bin al-Harits bin Ghaiman bin Khutsail bin Amr bin al-Harits al-Himyari al-Ashbuhi al-Madani Atau yang sering disebut dengan al-Imam Malik. Penyebutan nasab al-Ashbuhi adalah nisbah yang ditujukan kepada Dzi Ashbuh dari Humair. Dan penyebutan al-madani adalah nisbah pada Madinah, kota tempat tinggalnya.
Ayahnya yang bernama Anas ibn Malik ibn Abi Amir ibn Abi al-Haris ibn Sa’ad ibn Auf ibn Ady ibn Malik ibn Jazid merupakan sosok ulama besar dari kalangan tabiin. Ibunya yang bernama Siti Aliah binti Syuraik ibn Abdurrahman ibn Syuraikh al-Azdiyah menginginkan agar Imam Malik kecil memperdalam ilmu fikih. Dengan sabarnya sang ibu mengantarkannya kepada ulama terkenal yang bernama Syekh Rabiah yang menjadi rujukan di Madinah kala itu. Salah satu alasan, mengapa sang ibu mengantarkannya kepada Syekh Rabiah, karena pada saat itu Rabiah merupakan ulama ahli fikih terbesar dan juga merupakan seorang ahli ijtihad yang dengan kekuatan akal pikirannya menarik kesimpulan hukum syariat tentang berbagai masalah yang tidak ditemukan nash yang pasti serta meyakinkan kepada Al-Qur’an dan sunah.
Pada masa Imam Malik, Madinah merupakan gudang ilmu dengan banyaknya ulama yang berkompeten, sehingga Imam Malik mencukupkan diri dengan mencari ilmu di Madinah saja. selain itu, Imam Malik juga merupakan seorang ulama besar dan menjadi pakar fikih serta hadis. Ia pun dikenal sebagai ulama yang sangat teguh dalam mempertahankan pendapat yang diyakini kebenarannya. Ia juga dikenal pemberani dan tidak takut dalam menyampaikan kebenaran dan sering mengulang perkataan yang menunjukkan keteguhan pendiriannya.
Keteguhan dalam mempertahankan pendapat yang diyakininya tersebut, tidak tergoyahkan meskipun harus menghadapi kekuasaan. Hingga pada suatu ketika, sang Gubernur Madinah yang bernama Ja’far yang masih menjadi keponakannya khalifah Abbasiyah, al-Mansur meminta agar seluruh penduduk Madinah melakukan baiat (janji setia) kepada sang khalifah. Merespon kebijakan Gubernur Madinah ini, Imam Malik mengingatkan kepadanya bahwa jika berlakunya baiat dilakukan tanpa keikhlasan, maka itu sama saja tidak sah perceraiannya, dikarenakan dilakukannya secara paksa. Ja’far meminta agar Imam Malik tidak menyebarluaskan pandangannya tersebut, tetapi permintaan itu ditolak oleh Imam Malik.
Sikap tegas Imam Malik membuat Gubernur Ja’far merasa tersinggung dan terhina sekali. Kemudian dia meminta pengawalnya untuk menghukum Imam Malik dengan cambukan 70 kali. Dengan cambukan sebanyak 70 kali itu membuat tubuh Imam Malik luka parah sampai ruas lengan sebelah atas bergeser dari persendian pundaknya. Sang gubernur rupanya masih belum puas dengan cambukan 70 kali itu, dalam kondisi lemah dan berlumuran darah, Imam Malik diarak keliling Madinah dengan untanya.
Hal ini dimaksudkan sebagai peringatan kepada masyarakat agar berpikir berulang kali jika hendak menentang sang gubernur. Dan terkait cambukan yang menimpa Imam Malik ini, Imam adz-Dzahabi sebagaimana disebutkan di dalam kitab Siyar A’lamin Nubala’ memujinya dengan berkata, “Ini merupakan buah dari ujian yang terpuji. Bahwa ujian itu akan mengangkat derajat seorang hamba di hadapan orang-orang beriman dan akibat dari apa- apa yang diusahakannya. Barang siapa yang dikehendaki kebaikan, maka Allah Swt. akan mengujinya dengan musibah.
Kekuatannya untuk mengendalikan diri dan bersabar, membuat Imam Malik tersohor sebagai ulama besar di berbagai dunia. Di samping itu, tentu saja dikarenakan keahlian dalam ilmunya. Imam Malik pada masa tuanya mulai jatuh sakit. Kemudian wafat pada hari Minggu, tanggal 10 Rabiul Awal 179 Hijriah/800 Masehi.
Masyarakat Madinah menjalankan wasiat yang beliau sampaikan, yakni dikafani dengan kain putih dan disalati di atas keranda. Seluruh muridnya turut mengebumikan jenazahnya. Informasi tentang kewafatannya kemudian tersebar ke seluruh negeri Islam. Mendengar berita ini banyak umat yang merasa sedih akan kepergiannya dan merasa sangat kehilangan, seraya mendoakan agar beliau selalu dilimpahi rahmat dan pahala yang berlipat ganda oleh Allah Swt.
Berkat ilmu dan amal yang di persembahkan untuk Islam di sepanjang hidupnya, Imam Malik meninggalkan warisan berharga bagi peradaban Islam yang masih diakui umat muslim di seluruh dunia hingga saat ini, kitab al-Muwatha dan Mazhab Maliki. Kitab al-Muwatha ini merupakan karya pertama sekaligus menjadi karya yang terkenal dan terbesarnya Imam Malik. Kitab ini berisikan kumpulan hadis dan pendapat para sahabat Rasulullah saw. serta para tabiin pada masa itu dan dianggap pula sebagai kitab yang paling sahih setelah Al-Qur’an. Kata al-Muwatha memiliki arti suatu jalan mudah yang disediakan untuk ibadah. Kitab ini termasuk dalam bagian Kutubut Tis’ah (Sembilan Kitab Utama di kalangan Sunni).
Imam Malik termaksud ulama yang dikaruniai usia panjang dan menghabiskan seluruh umurnya untuk ilmu pengetahuan dan dakhwah Islam. Hidupnya benar-benar diabadikan untuk ilmu dan umat. Pemikirannya di bidang fikih kemudian berkembang sebagai mazhab yang dikenal dengan mazhab Maliki. Mazhab Maliki pernah dijadikan mazhab resmi di Makkah, Madinah, Irak, Mesir, Aljazair, Tunisia, Maroko, dan Sudan.
Mazhab ini bersumber dari ijmak’, pendapat para sahabat, qiyas, dan lain-lain. Adapun beberapa kitab karya Imam Malik, di antaranya al-Mudawanah, al-Atabiyah, al-Kahfi, Mukhtasar Khalil. Pesan terakhir yang disampaikan oleh sang imam yang kaya raya akan zuhud ini, yakni Imam Malik, beliau mengatakan: “Bukanlah ilmu itu mengikuti banyak bilangan riwayat, melainkan ilmu itu adalah cahaya yang dimasukan ke dalam hati”. Dalam kutipan pesan tersebut yang menyatakan bahwa yang dinamakan ilmu itu bukan halnya dengan materi atau bilangan, namun ilmu merupakan suatu cahaya yang masuk ke dalam hati, dan ditanamkan dalam kehidupan.
Sebagai jati diri seorang pelajar, yang tak lepas dan tak ada hentinya dalam mencari ilmu. Maka hendaklah tertanam pada hatinya cinta akan ilmu pengetahuan dan agama. Sebagaimana sifat keteladanan pada diri Imam Malik yang telah mengabadikan hidupnya hanya untuk ilmu, dan di samping itu beliau juga memperhatikan adab ketika menghadap dengan para gurunya. Maka hakikat ilmu sesungguhnya itu dicari bukan mencari, seperti dalam pesan beliau “Al-‘Ilmu yuzâr wa lâ yazûr, yu’tâ wa lâ ya’tî (Ilmu itu dikunjungi, bukan mengunjungi; didatangi, bukan mendatangi).”
Ada sebuah hadis yang mendorong dan memerintahkan umat Islam untuk menuntut ilmu. Seperti dalam hadis yang diriwayatkan oleh Muawiyah bin Abi Sufyan. Bahwasannya Nabi Muhammad saw bersabda :
مَنْ يُرِدِ اللهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّيْنِ
“Barang siapa yang di kehendaki oleh Allah Swt. suatu kebaikan, niscaya dia menganugerahkan kepadanya pemahaman yang mendalam tentang agama”. (HR.Muslim)
Hadis ini menjelaskan bahwa barang siapa yang Allah Swt. kehendaki baginya suatu kebaikan, maka Allah Swt. akan memberikan pemahaman yang mendalam tentang agama. Hadits ini juga menunjukkan suatu keagungan dalam kedudukan ilmu agama dan keutamaan besar bagi orang yang mempelajarinya.
Referensi :
Muhammad Wildan Aulia D.U, Empat Imam Mazhab: Perjalanan Hidup, Kisah Kemuliaan Dan Keteladanan Sehari-Hari, (Yogyakarta : Araska, 2020).
Abdurrahman Al-Syarqawi, Biografi Empat Imam Mazhab: Abu Hanifah, Malik, Al-Syafi’i, (Jakarta: Qaf Media Kreatif, 2020).
Masykur, Berguru Adab kepada Imam Malik, (Sukabumi: CV Jejak, 2018).
Rosyid Shobari, Pesan Imam Malik: Ulama Kaya Raya yang Zuhud, (Solo: Tinta Medina, 2018).Rizem Aizid, Biografi Empat Imam Mazhab: Plus Riwayat Intelektual dan Pemikiran Mereka, (Yogyakarta: Saufa 2016).
Rustina N, Hadis Kewajiban Menuntut Ilmu dan Menyampaikannya dalam Buku Siswa Al-Qur’an Hadis Madrasah Aliyah di Kota Ambon, (Ambon: LP2M IAIN 2019).
Kontributor: Azzahra Rapiah, Semester II
Bagus artikel nya. menambahkan pengetahuan tentang iman Malik dan kecintaan kita kepada beliau