Diskusi Panel: Menuju Pemilu 2024 Partisipasi Santri Dalam Bingkai Merawat Demokrasi Indonesia

Diskusi Panel: Menuju Pemilu 2024 Partisipasi Santri Dalam Bingkai Merawat Demokrasi Indonesia

MAHADALYJAKARTA – Dalam rangka mengisi peringatan Hari Lahir Community of Santri Scholars of Ministry of Religious Affair (CSSMoRA) yang ke-16, panitia pelaksana acara tersebut mengadakan kegiatan Diskusi Panel dengan mengusung tema “Menuju Pemilu 2024: Partisipasi Santri Dalam Bingkai Merawat Demokrasi Indonesia”. Bertempat di Pendopo lantai dua Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Jakarta. Sabtu (16/12)

Ujang Kamaruddin, Staff Khusus DPR RI sekaligus Pengamat Politik dan Fahmi Dzikrillah, Komisioner KPU Provinsi DKI Jakarta menjadi narasumber dalam kegiatan tersebut.

Diskusi itu diikuti oleh semua elemen CSSMoRA yang hadir dalam acara Peringatan Hari Lahir CSSMoRA yang ke-16. Selainnya, Beberapa perguruan tinggi mitra PBSB mengirimkan delegasi untuk andil, berkontribusi dan ikut serta dalam forum tersebut.

Dimoderatori oleh Ahdat Alwi, Koordinator Departemen Pengembangan Sumber Daya Manusia (PSDM) CSSMoRA Nasional dan Mahasiswa semester 8 Ma’had Aly Maslakul Huda Pati, rangkaian acara diskusi berjalan sesuai harapan.

Sebelumnya, Faizal Amin selaku Ketua Umum CSSMoRA Nasional periode 2023-2024 dalam kata sambutannya pada pembukaan acara Peringatan Hari Lahir CSSMoRA yang ke-16, ia menyampaikan urgensi daripada Diskusi Panel yang akan diselenggarakan ini.

“Jadi, di pesta demokrasi tahun 2024 ini, tentunya CSSMoRA butuh edukasi untuk memilih pemimpin yang baik. Dan tentunya akan disampaikan oleh pemateri-pemateri yang hebat, kompeten di bidangnya.” Kata Faizal Amin

Demokrasi Menurut Ujang Kamaruddin

Menurut kang Ujang, sapaan akrab dari Ujang Kamaruddin, bahwasanya sistem Demokrasi merupakan sistem yang paling baik dibandingkan dengan sistem-sistem yang lain.

Apabila ditinjau dari segi bahasa, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata Demokrasi mengandung dua makna; Pertama, bentuk atau sistem pemerintahan yang seluruh rakyatnya turut serta memerintah dengan perantaraan wakilnya; pemerintahan rakyat. Kedua, gagasan atau pandangan hidup yang mengutamakan persamaan hak dan kewajiban serta perlakuan yang sama bagi semua warga negara.

Selain itu juga, kang Ujang berpendapat, kalau anak muda zaman sekarang, Generasi Zed dan sebagian Generasi Milenial memiliki pemahaman berbeda dalam memandang politik. Ia mengategorikan ke dalam 3 kelompok.

“Setidaknya, ada 3 sudut pandang anak muda sekarang mengenai politik. Pertama, skeptis; Kedua, apatis; dan Ketiga, optimis.”  Ujar Pengamat Politik tersebut.

Ia menjelaskan, kalau sebagian anak muda sekarang memandang politik dengan kaca mata skeptis, kurang percaya. Artinya, mereka tidak percaya kalau politik membawa pengaruh yang sangat signifikan terhadap perkembangan bangsa. Jadi, mereka menaruh sedikit perhatian pada perkembangan politik yang sedang terjadi.

Kemudian, sebagian lagi memandang dengan kaca mata Apatis, tidak peduli dan masa bodoh. Artinya, mereka tidak peduli siapapun yang menang dan kalah dalam kontestasi politik. Terkadang kelompok tersebut tidak jarang golput ketika pemilu.

Lalu yang terakhir, ada juga anak muda yang berpandangan dengan cara optimis, berpadangan baik. Artinya, mereka benar-benar memikirkan, memperhatikan dan mempertimbangkan hal-hal baik yang menyangkut dengan kemashlahatan bangsanya, melalui peran dunia politik. Sehingga, kelompok ini benar-benar memastikan pilihan politiknya adalah agen yang dapat membangun bangsa.

Dari ketiga cara pandang politik yang dilakukan oleh anak muda zaman sekarang ini, kang Ujang menyarankan kepada seluruh audiens untuk mengambil cara pandang yang ketiga, yakni optimis.

“Biarkan mereka skeptis dan apatis. Akan tetapi, kita sebagai orang yang terpelajar, harus bersikap dan berpandangan optimis.” Tegas kang Ujang.

Selanjutnya, Ia menyampaikan, bahwa indikator untuk memperoleh demokrasi yang sehat dengan tiga faktor: Pertama, masyarakat berpendidikan tinggi; Kedua, terbebasnya masyarakat dari masalah ekonomi; dan ketiga penegak hukum yang adil.

Begitu pun, kang Ujang berharap, kalau para santri dan kaum intelektual berani berimprovisasi mengambil tongkat estapet kepemimpinan. Sebab jika yang naik tahta adalah orang yang salah, maka bangsa berada dalam ancaman.

“Mengambil alih kekuasaan sekalipun lulusan Amerika dan bertarung untuk itu. Kalau pemerintah salah, maka bangsa akan hancur.” Imbuh Ujang Kamaruddin

Demokrasi menurut kang Fahmi Dzikrillah

Pendapat Fahmi Dzikrillah tentang demokrasi, tidak jauh berbeda dengan pemahaman yang disampaikan oleh Ujang Kamaruddin. Menurut Fahmi Dzikrillah, Demokrasi adalah jalan yang paling tepat untuk membawa suatu bangsa menuju perubahan.

Ia menyampaikan kepada seluruh peserta untuk berkontribusi, mengambil peran dalam pesta demokrasi pada tahun 2024. Menjadi agen dalam menyebarkan paham demokratis kepada masyarakat.

Karena rata-rata audiens merupakan seorang santri, Fahmi Dzikrillah mengajak semua peserta dialog untuk memanfa’atkan hak pilih dengan sebaik-baiknya. Pada tahun 2019, tercatat sebanyak 86% pemilik hak suara berasal dari santri.

Oleh karena itu, ia berharap, santri bisa menjadi pemilih yang cerdas. Menggunakan hak suaranya untuk kemashlahatan bangsa dan negara. Salah satu caranya ialah dengan memperhatikan visi dan misi dari kandidat calon yang akan dipilih.

“Dukungan santri lebih kepada visi dan misi kandidat. Santri harus menjadi pemilih yang cerdas.” Ungkap Komisioner KPU DKI Jakarta tersebut.

Selain itu juga, ia berpesan, agar kontestasi politik di tahun 2024 tidak dijadikan sebagai ajang untuk saling menjatuhkan dan ajang bermusuhan sesama anak bangsa. Akan tetapi harus menjadi arena tolong menolong dan berlomba-lomba dalam kebaikan.

“Pemilu itu bukan ajang bermusuhan tapi sebagai tempat ta’awun (tolong-menolong) dan musabaqah (berlomba-lomba). Sebab, pemilu adalah salah satu jalan merubah nasib Indonesia ke depannya.” Tegas Fahmi Dzikrillah

Melanjutkan materi yang ia sampaikan, Komisioner KPU provinsi DKI Jakarta itu mewanti-wanti agar para peserta tidak menjadikan perbedaan pilihan politik sebagai ajang rivalitas yang berkepanjangan.

“Berbeda sementara dan berkawan untuk selamanya. Perbedaan pilihan dalam politik itu adalah hal biasa, bahkan yang dulu berkoalisi bisa menjadi rival di pemilu berikutnya. Begitu pun sebaliknya.” Tutur Fahmi

Terakhir, sebagai penutup dari materinya ia menyampaikan sebuah kata-kata mutiara dari seorang mantan presiden Afrika Selatan, Nelson Mandela.

“Education is most powerful weapon to change the world.”

Artinya: Pendidikanadalah senjata paling mematikan untuk merubah dunia

Dengan harapan, para audiens terus mengembangkan ilmu pengetahuan, sesuai bidang masing-masing, untuk menyambut Indonesia Emas 2045.

Selanjutnya, sesi tanya-jawab para peserta dengan nara sumber menjadi tahap terakhir dari acara Diskusi Panel tersebut.

Pewarta: Muhaimin Yasin, Mahasantri Ma’had Aly Jakarta

Leave a Reply