MAHADALYJAKARTA.COM—Haji itu rukun Islam yang terakhir, dan disyaratkan istitaah (mampu) baik dalam urusan perjalanan, finansial, dan kekuatan jasad (tubuh). Ibarat orang Indonesia “haji itu panggilan Tuhan” maksudnya tidak mesti orang yang mampu terketuk untuk berhaji, dan tidak jarang orang secara zahir tidak mampu, namun diberangkatkan lewat keajaiban takdir Tuhan. Ada pula yang sudah daftar cukup lama, namun harus menunggu antrian sampai ajal menjemput.
Menurut data terakhir, paling cepat antrian haji 11 tahun, dan paling lama dari Kabupaten Bantaeng 47 tahun. Jika seseorang baru mendaftar umur 25 tahun (ketika ia sudah menikah dan mempunyai penghasilan sendiri), artinya ia akan pergi ke Tanah Haram pada umur 72 tahun. Hal ini sungguh menjadi penantian berat, karena kesehatan akan semakin memburuk, dan umur tidak pernah ada yang mengetahui batasnya.
Pergi haji, tentunya menjadi impian semua umat Islam, tentunya berdasarkan alasan balasan surga dari Allah Swt., ini tertuang dalam sebuah hadis:
عَنْ جَابِرِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا عَنْ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْحَجُّ الْمَبْرُورُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلَّا الْجَنَّةُ، قِيلَ يَا رَسُولَ اللهِ، وَمَا بِرُّهُ؟ قَالَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِطْعَامُ الطَّعَامِ وَطِيبُ الْكَلَامِ وفي رواية لأحمد والبيهقي إِطْعَامُ الطَّعَامِ وَإِفْشَاءُ السَّلَامِ
Dari sahabat Jabir bin Abdillah ra, Rasulullah saw., bersabda, “Haji mabrur tiada balasan lain kecuali surga.” Lalu sahabat bertanya, “wahai Rasulullah, apa (tanda) mabrurnya?” Rasulullah saw., menjawab, “Memberikan makan kepada orang lain dan melontarkan ucapan yang baik.” (HR Ahmad, At-Thabrani, dan Al-Baihaqi).
Ada beberapa hadis lain yang menyatakan hal yang sama dengan redaksi berbeda-beda, ada yang menggunakan istilah balasan pahala, keutamaan berjihad, ampunan seperti ia dilahirkan kembali pada waktu kecil, dan lain-lain. Tentu, subtansinya sama yaitu luas dan besarnya pahala dari Allah Swt.
Baca juga:
Jika Capek, Baca 2 Ayat ini Sebagai Pengganti Tahajud
Bagaimana jika seseorang tidak mampu untuk berhaji, atau tidak mempunyai kesempatan pergi ke tanah suci karna perihal waktu tunggu yang begitu panjang? Di bawah ini merupakan amalan dari Rasulullah saw., yang sebanding dengan pahala berhaji ke tanah suci.
Cara pertama, berzikir setelah Salat Subuh dan Salat Isyraq 2 rakaat, hal ini sesuai dengan hadis Rasulullah saw.,:
عن أنس رضي الله عنه أن النبي صلى الله عليه وسلم قال: من صلى الفجر في جماعة، ثم قعد يذكر الله تعالى حتى تطلع الشمس، ثم صلى ركعتين، كانت له كأجر حجة وعمرة تامة تامة تامة (رواه الترمذي)
Dari sahabat Anas bin Malik ra., sesungguhnya Rasulullah saw., bersabda, “Siapa yang malaksanakan salat subuh berjemaah, kemudian tetap duduk seraya berzikir mengingat Allah sampai terbitnya matahari, kemudian (menutup) dengan salat dua rakaat, maka ia berhak mendapatkan pahala setara dengan pahala satu haji dan umrah secara sempurna.”
Berdasar hadis di atas, setiap umat Islam sangat mampu untuk meraih pahala berhaji, dengan menyisihkan waktu setelah melaksanakan Salat Subuh berjemaah di masjid, kemudian ditutup dengan Salat Isyraq dua rakaat. Hal ini masih bisa ditambahkan Salat Qabliyah subuh 2 rakaat, yang pahalanya sebanding dengan dunia dan seisinya.
Cara kedua, melaksanakan ibadah umrah di saat bulan Ramadan, disebutkan dalam hadis Rasulullah saw.,:
عن عبدالله بن عباس رضي الله عنهما أن النبي صلى الله عليه وسلم قال لامرأة من الأنصارِ يقال لها: أم سنان: إذا جاء رمضان فاعتَمِري؛ فإن عمرةً فيه تعدِلُ حجَّة؛ متفق عليه
Dari sahabat Abdullah bin Abbas ra., sesungguhnya Rasulullah saw., bersabda kepada salah seorang wanita dari golongan Ansor – namanya Umu Sinan – disabdakan, “Ketika datang bulan Ramadan, pergilah melaksanakan umrah! karna umrah pada saat bulan Ramadan sebanding dengan pahala haji.”
Untuk cara yang kedua ini sedikit berbiaya, namun tidak sebesar cost yang dikeluarkan pada saat melaksanakan haji. Namun, hal ini bisa menjadi obat penghilang rasa kangen ke Baitullah, dikala seseorang sudah rentan (sepuh/ berumur), namun antrian haji masih cukup panjang, atau yang mempunyai problem keterbatasan biaya.
Nur Salikin,
Mudir Mahad Aly Jakarta