MAHADALYJAKARTA.COM – Trend bunuh diri di kalangan anak muda Indonesia semakin meningkat. Banyak dari kalangan mereka menjadikan bunuh diri sebagai daftar pilihan teratas untuk menyelesaikan permasalahan. Terakhir kasus yang viral yaitu kasus meninggalnya mahasiswi cantik bernama Nadaa Jiilaana Waffiananda, salah satu mahasiswa Universitas Negeri Semarang (UNNES) yang ditemukan tewas setelah diduga melompat dari lantai 4 Mall Paragon Semarang.
Di lansir dari situs kilat.com, sebelum bunuh diri, Nadaa meninggalkan sepucuk surat wasiat untuk sang ibu, Yeffy Candra Dewi. Di dalam surat itu berisi pesan yang cukup mendalam seperti kelelahan mental Nadaa selama menempuh pendidikan dan pesan yang menyayat hati karena tidak bisa menjadi seperti yang diharapkan oleh sang ibu.
Miris memang, seperti yang kita ketahui bahwa masa depan Indonesia bergantung pada generasi mudanya. Namun sayangnya Gen Z saat ini kerap kali diidentikkan dengan generasi yang tidak mau susah, suka sesuatu yang instan, lembek, dan rawan terkena gangguan mental. Label seperti ini seakan-akan dibenarkan dengan kasus-kasus yang kerap kali dibagikan mereka di media sosial. Selain itu, banyaknya kasus pemuda bunuh diri juga menjadi bukti keidentikan ini.
Lalu, sebenarnya apa saja yang menjadi faktor meningkatkannya risiko stres dan bunuh diri di kalangan anak muda (Gen Z)? Berikut beberapa faktor yang telah dirangkum, sebagai berikut:
1. Tekanan Akademik
Sistem pendidikan yang sangat kompetitif, dengan ekspektasi yang tinggi dari keluarga dan masyarakat, dapat menempatkan tekanan besar pada anggota Gen Z.
2. Teknologi dan Media Sosial
Meskipun media sosial dapat menyediakan konektivitas, penggunaan yang berlebihan atau eksposur terhadap konten negatif dapat memicu isolasi sosial, perbandingan sosial, dan kecemasan.
3. Ketidakpastian Masa Depan
Gen Z menghadapi ketidakpastian ekonomi dan pekerjaan yang mungkin lebih besar daripada generasi sebelumnya, yang dapat memicu kecemasan tentang masa depan.
4. Isu Kesehatan Mental
Beberapa anggota Gen Z mungkin menghadapi masalah kesehatan mental, seperti depresi, kecemasan, atau gangguan makan, yang dapat meningkatkan risiko bunuh diri.
5. Isu-isu Sosial dan Politik
Gen Z sering terpapar berita tentang isu-isu sosial dan politik yang kompleks, seperti perubahan iklim, ketidaksetaraan, dan ketidakadilan sosial. Ini dapat menimbulkan kecemasan dan kekhawatiran tentang masa depan dunia.
6. Kurangnya Dukungan Sosial
Kurangnya dukungan dari keluarga, teman, atau masyarakat, serta stigmatisasi terkait dengan kesehatan mental, dapat membuat individu merasa terisolasi.
7. Akses Terhadap Cara Bunuh Diri
Akses yang mudah ke alat bunuh diri atau informasi tentang cara melakukannya dapat meningkatkan risiko bunuh diri.
Penting untuk diingat bahwa tidak semua individu Gen Z akan mengalami risiko bunuh diri, dan banyak faktor yang berbeda dapat memengaruhi kesejahteraan mental mereka. Namun, sadar akan risiko ini dan memberikan dukungan, pendidikan, dan sumber daya yang tepat kepada Gen Z adalah penting untuk membantu mencegah bunuh diri dan mempromosikan kesejahteraan mental yang positif dalam generasi ini.
Permasalahan yang hadir dalam hidup terkadang membuat seseorang merasa kesulitan untuk berpikir jernih, apalagi mencari solusi terbaik untuk permasalahan tersebut. Selain itu, terkadang seseorang juga lebih memilih untuk memendam emosi negatif akibat dari permasalahan yang dialami daripada menceritakannya kepada orang terdekat. Hal ini terjadi karena tidak ingin membebani orang sekitar atau merasa bahwa orang lain tidak akan mengerti kondisinya, atau dengan alasan lainnya. Namun, perlu disadari bahwa mengakhiri hidup bukanlah solusi atas permasalahan kita.
Perlu kita tahu, bahwasanya stres adalah situasi yang wajar dialami oleh semua orang, termasuk mahasiswa. Menurut psikolog Dr. Wiwit Puspitasari Dewi, selain tekanan akademik, tekanan dari orang terdekat terlebih orang tua juga menjadi pemicu terjadinya stres berkepanjangan. Dan orang-orang yang memilih menyerah terhadap hidupnya itu dikarenakan mereka tidak bisa menghadapi problem mereka dengan baik. Berikut beberapa mitigasi yang dapat dilakukan dalam mencegah keinginan bunuh diri:
1. Berdialog dengan diri sendiri
Bagaimanapun kondisi kita, kita tetap berharga. Kita perlu memperbanyak waktu berdialog dengan diri sendiri. Dengan melakukan introspeksi secara berkala, maka kita lebih mudah menyadari dan menerima kelebihan dan kelemahan yang kita miliki, serta lebih mudah menemukan tujuan hidup dan kebutuhan diri kita. Adapun yang dapat kita lakukan lainnya, yaitu menuliskan seluruh isi pikiran dan perasaan kita pada kertas secara berkala tanpa terkecuali. Kegiatan ini dikenal dengan istilah jurnaling, di mana dapat dilakukan setiap hari sehingga pikiran dan perasaan tersebut tidak hanya menumpuk dalam diri kita, serta dapat membantu mengenali kondisi kita yang sebenarnya. Terkadang kita memunculkan pikiran otomatis yang seolah-olah jauh lebih buruk dari yang sebenarnya terjadi. Jangan lupa untuk melatih diri berpikir positif dan lebih rasional.
2. Selalu Bersyukur dan Mengoptimalkan Nikmat Allah SWT
“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (QS Ibrahim : 7)
Bersyukur adalah hal yang paling mujarab atas segala masalah dan ketidakidealan dalam hidup. Orang-orang yang bersyukur akan semakin Allah tambahkan nikmatnya karena ia selalu mencari celah nikmat lainnya yang Allah berikan. Ia tidak akan bermasalah dengan segala kesulitan karena dibalik kesulitan ada nikmat-nikmat lain yang masih bisa dirasakan.
Sebagai contoh, kita dapat menuliskan minimal 3 hal yang dapat disyukuri setiap hari (tidak harus hal yang besar, tetapi hal kecil juga termasuk), sehingga dapat membantu kita untuk lebih memaknai hidup dan memiliki pandangan dari sudut pandang lainnya. Kita dapat menggunakan energi yang kita miliki untuk mengendalikan hal yang dapat dikontrol, seperti mengendalikan respon (pikiran, perasaan, perilaku, dan sebagainya) terhadap stimulus/ kondisi yang tidak menyenangkan yang kita peroleh dari lingkungan.
3. Apresiasi terhadap diri sendiri
Selain itu, kita juga perlu mengembangkan sikap memaafkan dan berterima kasih bagi diri sendiri. Kita terus berupaya menjadi yang terbaik. Kita tidak perlu malu untuk menceritakan permasalahan kita dan meminta dukungan kepada orang terdekat yang kita percaya agar tidak merasa sendirian dan terasingkan.
4. Pahami perbedaan generasi
Selain itu, kita juga perlu menekankan untuk memahami perbedaan generasi dulu dengan saat ini. Ringkasnya, apa yang kita anggap berat, bisa saja generasi lain tidak melihatnya sebagai sesuatu yang berat. Jadi terkadang bukan karena mereka yang benar-benar lemah, tapi bisa saja mereka yang terbentuk dengan cara seperti itu. Juga, tantangan yang mereka hadapi itu sudah jauh berbeda dibandingkan dengan tantangan kita.
5.Mentoring dan Peer Counselor
Hal lain yang juga dapat diupayakan, khususnya bagi kalangan mahasiswa di kampus adalah mentoring dan peer counselor. Opsi ini memungkinkan agar mahasiswa semakin nyaman untuk menceritakan masalah mereka. Sebab, yang berperan sebagai peer counselor di kampus atau mentoring adalah teman-teman yang seusia. Hal ini mungkin akan membuat mahasiswa bisa lebih nyaman untuk menceritakan masalah mereka.
6. Menggantungkan Hidup Kepada Allah SWT
Jika manusia beriman dan masih memiliki keyakinan akan Rukun Iman , Rukun Islam, dan Fungsi Iman Kepada Allah SWT tentu ia tidak akan merasakan hidupnya sendiri. Orang yang merasa hidupnya bersama Allah tidak akan merasa masalah tersebut berat karena yakin bahwa Allah akan menolong hamba-Nya yang kesulitan. Muslim yang beriman akan meyakini hal tersebut karena tidak ada yang lebih berkuasa dibanding Allah SWT.
7. Menempatkan Dunia Bukan Sebagai Tujuan Hidup
Di dunia ini tidak ada satu pun yang ideal dan bisa sempurna. Termasuk dalam kehidupan kita akan selalu ada masalah-masalah yang menimpa manusia. Hal ini dikarenakan hakikat kehidupan dunia selalu silih berganti antara suka, duka, dan perasaan yang netral.
Selain itu dunia pun bukanlah sebagai tujuan hidup yang utama. Dunia dalam pandangan Islam adalah tempat sementara, tempat mampir, dan mempersiapkan bekal untuk akhirat. Untuk itu, dunia bukan sebagai hal yang utama. Andaipun ada hal-hal yang tidak ideal dan sempurna, memang hakikat dunia adalah seperti itu.
Orang yang bunuh diri biasanya menempatkan dunia di atas segala-galanya. Ketika ada permasalahan yang menurutnya penting dia lebih baik bunuh diri. Padahal, sesudah kesulitan ada kemudahan, dan setelah dunia masih ada kehidupan akhirat yang kekal sepanjang masa.
8. Berkumpul Bersama Orang-Orang yang Saleh
Orang-orang yang saleh akan mengondisikan diri kita agar hidup dengan nilai-nilai Islam dan Allah. Untuk itu, bersama dengan orang-orang yang saleh sekaligus akan membuat kita jauh dari bunuh diri, saling mengingatkan, dan menyabarkan diri atas segala masalah yang terjadi. Bersama mereka pula kita akan mendapatkan pencerahan dan bisa membuat diri kita jauh dari perilaku atau tindakan yang merugikan kita dunia-akhirat serta menciptakan Jiwa Tenang dalam Islam.
Larangan Bunuh Diri dalam Islam
Ketika hidup mulai terasa hampa dan tak bersemangat lagi untuk dijalani, ketika bayang-bayang kesalahan selalu tak mau pergi, ketika masa depan selalu tergambarkan dengan sangat menyeramkan, mungkin rasa-rasanya hidup ini sudah tidak ada artinya, ya? Mungkin saja kita bisa mengatasinya dengan cara mencari dasar dari kehampaan tersebut dan memperbaikinya. Jika tak bisa diperbaiki lagi? Maka tidak ada obat lagi selain mendekatkan diri kepada Sang Pemilik Kehidupan ini.
Namun sangat disayangkan, masih banyak manusia yang memilih jalan untuk mengakhiri hidupnya ketika masalah menimpanya. Apakah itu tindakan yang benar? Jawabannya sudah pasti BUKAN. Bunuh diri adalah salah satu perbuatan yang dilarang oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan sudah pasti merupakan dosa besar, apapun alasannya. Hal ini terdapat dalam firman Allah, surat An-Nisa ayat ke 29-30:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا تَأْكُلُوٓا۟ أَمْوَٰلَكُم بَيْنَكُم بِٱلْبَٰطِلِ إِلَّآ أَن تَكُونَ تِجَٰرَةً عَن تَرَاضٍ مِّنكُمْ ۚ وَلَا تَقْتُلُوٓا۟ أَنفُسَكُمْ ۚ إِنّ ٱللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian saling memakan harta sesama kalian dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kalian. Dan janganlah kalian membunuh diri kalian, sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepada kalian” (QS. An Nisa’: 29-30).
Menurut para ulama, bunuh diri adalah suatu perbuatan yang menunjukkan ketidaksabaran manusia dalam menghadapi suatu ujian, suatu bentuk keputusan, dan sesuatu yang mendahului kehendak Allah. Orang-orang yang melakukan bunuh diri akan menerima akibat yang luar biasa kejamnya. Hal ini sepadan dengan apa yang telah dilakukannya. Berikut ini ancaman-ancaman untuk orang-orang yang melakukan bunuh diri:
1. Tidak diizinkan masuk ke surga
Dari Jundub bin Abdullah, dia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Dahulu ada seorang laki-laki sebelum kamu yang mengalami luka, lalu dia berkeluh kesah, kemudian dia mengambil pisau, lalu dia memotong tangannya. Kemudian darah tidak berhenti mengalir sampai dia mati. Allâh Azza wa Jalla berfirman, ‘Hamba-Ku mendahului-Ku terhadap dirinya, Aku haramkan surga baginya’. (HR. Al-Bukhari, no. 3463)
2. Disiksa dengan siksaan yang sesuai dengan perbuatan yang ia lakukan untuk mengakhiri hidupnya.
Dari Tsâbit bin adh-Dhahhak, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , beliau bersabda, “Barangsiapa bersumpah dengan agama selain Islam dalam keadaan dusta, maka dia sebagaimana yang dia katakan. Barangsiapa membunuh dirinya dengan sesuatu, dia akan disiksa dengan sesuatu itu dalam neraka Jahannam. Melaknat seorang Mukmin seperti membunuhnya. Dan barangsiapa menuduh seorang Mukmin dengan kekafiran maka itu seperti membunuhnya”. (HR. Al-Bukhari, no. 6105, 6652; Ahmad, no. 16391; lafazh ini dari Al-Bukhâri)
Pada intinya, bunuh diri haram hukumnya dan merupakan sebuah dosa besar. Tidak dibenarkan untuk melakukan bunuh diri dengan alasan apa pun. Kehidupan adalah suatu anugerah luar biasa yang diberikan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Pantaskah kita mengakhiri dan membuang anugerah tersebut dengan cara yang dilarang keras oleh-Nya dan menukarnya dengan kekekalan di neraka?
Wallahu’alam.
Tulisan ini disadur dari dalamislam.com, tekno.tempo.co, islamituindah.com.
Editor: Winda K.N.