MAHADALYJAKARTA.COM— Dari segi bahasa, kata batik berasal dari bahasa Jawa, yaitu amba yang berarti ‘menulis’ dan titik yang berarti ‘titik’. Maka, batik dapat diartikan sebagai seni menulis atau melukis dengan titik-titik. Secara istilah, batik merupakan teknik pembuatan kain dengan menggunakan lilin cair sebagai bahan perintang warna yang digambarkan pada kain sebelum proses pencelupan. Teknik ini memungkinkan pembuat kain untuk menghasilkan pola yang rumit dan detail dengan kombinasi warna yang kaya. Batik di Indonesia memiliki beragam motif dan filosofi yang berbeda, tergantung pada daerah asalnya di berbagai penjuru Nusantara. Hal ini menjadikan batik sebagai warisan budaya yang sangat kaya dan beragam.
Batik sudah mulai dikenal sejak masa kerajaan Hindu-Buddha di Jawa, seperti Kerajaan Majapahit. Namun, penggunaannya pada masa itu masih terbatas di kalangan bangsawan atau keluarga kerajaan. Batik seringkali digunakan sebagai pakaian kebesaran dalam upacara-upacara penting. Pada masa Kesultanan Islam, batik mengalami perkembangan pesat, terutama pada masa Kesultanan Mataram di Jawa, khususnya di Yogyakarta dan Surakarta. Keluarga kerajaan dan para bangsawan menggunakan batik sebagai simbol status sosial. Motif-motif tertentu seperti parang, kawung, dan semen raja hanya boleh digunakan oleh kalangan istana.
Batik dan Islam memiliki hubungan yang erat, khususnya di Indonesia, di mana perkembangan batik dipengaruhi oleh nilai-nilai budaya dan agama, termasuk ajaran Islam. Dalam tradisi Islam, terdapat larangan menggambarkan makhluk hidup seperti manusia dan hewan secara realistis. Hal ini mendorong munculnya motif-motif geometris, floral, dan abstrak dalam desain batik. Motif-motif ini dianggap lebih sesuai dengan ajaran Islam yang menghindari representasi makhluk hidup secara langsung.
Beberapa motif batik di wilayah seperti Yogyakarta, Solo, dan Pekalongan mengadopsi unsur-unsur kaligrafi Arab atau simbol-simbol yang berkaitan dengan agama Islam, seperti penggunaan pola bintang, bulan, dan bentuk-bentuk lain yang mencerminkan nilai-nilai spiritual. Seiring dengan penyebaran agama Islam di Nusantara, terutama oleh para pedagang dan ulama dari Timur Tengah dan Gujarat, budaya batik pun turut berkembang. Di wilayah pesisir Jawa, misalnya, banyak ditemukan motif batik yang dipengaruhi oleh budaya Islam dan digunakan dalam kegiatan keagamaan maupun upacara adat yang berkaitan dengan ajaran Islam.
Makna Spiritual dalam Motif Batik
Beberapa motif batik, terutama yang berasal dari keraton, memiliki makna spiritual dan digunakan dalam upacara-upacara penting yang berkaitan dengan ajaran Islam. Motif batik seperti parang, sido mukti, atau truntum sering kali mengandung filosofi tentang kesucian, kedamaian, dan kesejahteraan yang selaras dengan nilai-nilai dalam Islam.
Batik juga sering digunakan dalam acara-acara keagamaan di Indonesia, seperti pada acara pernikahan, khitanan, atau perayaan hari besar Islam seperti Idulfitri dan Iduladha. Pada momen-momen tersebut, batik dikenakan sebagai simbol kesakralan dan kesederhanaan yang sesuai dengan ajaran Islam.
Keindahan batik Islam terletak pada penggunaan motif yang mencerminkan nilai-nilai Islami dengan sentuhan estetika yang khas. Keindahan ini juga tampak dalam kemampuannya menggabungkan nilai-nilai spiritual dengan seni visual yang memukau, menciptakan karya yang tidak hanya indah dipandang, tetapi juga sarat dengan makna religius dan simbolis.
Keindahan batik Islam sebagai tradisi spiritual di Pekalongan dan Cirebon memiliki ciri khas yang unik, yakni memadukan seni dengan nilai-nilai keagamaan. Kedua kota ini memiliki sejarah panjang dalam pengembangan batik yang dipengaruhi oleh penyebaran Islam di Nusantara. Batik sebagai warisan budaya tidak hanya berfungsi sebagai busana, tetapi juga sebagai media penyampai pesan-pesan spiritual dan budaya. Melalui motif-motifnya, batik mengajarkan kita tentang kehidupan, ketabahan, keberanian, dan harapan. Batik Pekalongan dan Cirebon adalah contoh nyata bagaimana seni dan budaya dapat menyatu dan menciptakan karya yang memiliki nilai estetika sekaligus spiritual yang tinggi.
Batik Islam Pekalongan
Pekalongan dikenal sebagai kota batik dengan keragaman motif, termasuk pengaruh dari seni Islam. Dalam batik Islam Pekalongan, unsur spiritual tampak dalam motif-motif yang memiliki akar keislaman.
Batik Pekalongan sering menyertakan kaligrafi Arab sebagai bagian dari pola hias. Ayat-ayat Al-Qur’an atau kata-kata suci seperti “Allah” dan “Muhammad” terkadang menjadi elemen utama dalam desain batik, menambah nuansa spiritual yang kuat.
Motif Geometris dan Flora: Penggunaan motif bunga yang halus dipadukan dengan pola geometris khas Islam menunjukkan keindahan alam yang dipandang sebagai ciptaan Allah. Penggambaran tumbuhan atau bunga diatur dalam pola yang harmonis, mencerminkan tatanan semesta yang seimbang.
Motif Fauna: Di antaranya adalah motif ikan koi, yang membawa makna spiritual yang mendalam. Dalam Islam, ikan sering diasosiasikan dengan ketekunan dan kejujuran—nilai-nilai yang sangat dijunjung tinggi. Ikan koi, yang terkenal karena kemampuannya berenang melawan arus, melambangkan jihad dalam arti positif, yaitu berjuang untuk kebaikan dan menjalani hidup dengan sabar serta tabah menghadapi ujian. Selain itu, motif ikan koi juga melambangkan keberkahan rezeki yang melimpah, sesuai dengan ajaran Islam yang menganjurkan umatnya untuk selalu bersyukur dan berusaha mencari rezeki yang halal.
Tata letak ragam hias pada batik Pekalongan memiliki makna secara fisik, yaitu sebagai batas luar sandang yang berfungsi untuk menutup aurat. Ragam hias pinggir berfungsi secara simbolis sebagai perlindungan aurat yang wajib ditutup dari pandangan orang lain selain mahram. Secara simbolis, batas aurat menjadi identitas seorang muslim. Seorang muslim yang taat akan menutup auratnya, sehingga jelas terlihat perbedaan antara muslim dan non-muslim. Dalam hal ini, ragam hias berfungsi sebagai simbol pembeda melalui bentuk sandang yang dikenakan.
Ragam hias pinggir pada batik Pekalongan juga dianggap sebagai pagar keimanan dari pengaruh setan, sehingga seorang muslim dapat sepenuhnya mengabdikan diri kepada Allah dan menyerahkan segala persoalan hidup kepada-Nya setelah berusaha secara maksimal. Kerumitan ragam hias batik Pekalongan memancarkan nilai-nilai yang berpangkal pada kesabaran, ketelitian, kerajinan, kehalusan rasa, dan kesucian batin. Nilai-nilai ini mencerminkan spiritualitas dalam ajaran Islam.
Pengaruh unsur religi Islam pada ragam hias batik Pekalongan tampak pada penggunaan motif flora, fauna, dan bentuk geometris yang disusun dalam kombinasi tertentu sebagai bentuk penghindaran dari perbuatan syirik. Oleh karena itu, bentuk motif pada umumnya dibuat tersamarkan dari bentuk aslinya. Pengaruh religi Islam juga tampak dalam penempatan ragam hias yang mencerminkan penutup aurat dan pembeda antara muslim dan non-muslim, serta diterapkan pada sandang yang digunakan untuk ibadah seperti sajadah, surban, dan kerudung.
Batik khas Pekalongan banyak dibuat oleh golongan wong cilik dan wong kaji, yang umumnya merupakan para pedagang dengan semangat ajaran Islam. Mereka menjadikan batik tidak hanya sebagai pakaian, tetapi juga sebagai media syiar Islam ke berbagai daerah.
Batik Islam Cirebon
Cirebon juga dikenal dengan tradisi batiknya yang kental dengan nilai-nilai spiritual Islam, terutama karena pengaruh Kesultanan Cirebon yang turut menyebarkan agama Islam di wilayah tersebut.
Bagi para pengrajin batik yang umumnya berasal dari kalangan santri, aktivitas membatik dilakukan dengan hati-hati dan sungguh-sungguh sebagai bentuk ibadah kepada Allah SWT. Sesuai dengan ajaran Islam, pekerjaan yang dilakukan dengan ikhlas dan penuh dedikasi dicatat sebagai amal salih untuk memperoleh rida Allah SWT. Oleh karena itu, para pengrajin batik menjalani pekerjaan ini tanpa beban, melainkan sebagai bentuk pengabdian.
Dalam kalangan petarekan (pengikut tarekat) di Cirebon, batik memiliki makna filosofis yang dalam. Istilah “batik” dipahami sebagai singkatan dari ba titike ning esor, yang berarti “baginya yang rendah hati”. Huruf ba (huruf kedua dalam hijaiyah) memiliki titik di bawahnya dan dianggap melambangkan kerendahan hati. Dalam pandangan tarekat, huruf ba sangat penting karena merupakan huruf awal dalam kalimat Bismillāhirraḥmānirraḥīm, sebagaimana tercantum pada bagian pangkal batik bendera Cirebon (Singa Barwang Duajilillah), yang berarti “Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.”
Batik juga dianggap sebagai media untuk menyimpan dan menyampaikan semangat atau cita-cita tertentu yang diwariskan sebagai risalah bagi generasi penerus. Dengan demikian, cita-cita bersama akan tetap hidup dan tidak lekang oleh waktu.
Salah satu motif batik yang terkenal dari Cirebon adalah Mega Mendung. Motif ini melambangkan awan hujan dan mencerminkan harapan, ketenangan, serta kemakmuran. Dalam konteks Islam, awan juga dimaknai sebagai tanda berkah dari Tuhan. Selain itu, ada motif Singa Barong, yang melambangkan kekuatan dan keagungan, dan mengacu pada sosok Singa Barong yang dipercaya sebagai penjaga keraton. Dalam pandangan spiritual Islam, motif ini dapat dimaknai sebagai perlambang kekuasaan Allah dan penjagaan-Nya terhadap umat-Nya. Ada pula motif Naga Liman, yang merupakan perpaduan dari burung, naga, dan gajah—masing-masing melambangkan kebebasan, kekuatan, dan kebijaksanaan. Kombinasi ketiganya mencerminkan keharmonisan dan keseimbangan dalam menjalani kehidupan beragama.
Batik Islam dari Pekalongan dan Cirebon tidak hanya memukau secara visual, tetapi juga sarat dengan makna spiritual yang mendalam. Motif khas seperti Mega Mendung dari Cirebon melambangkan berkah dan harapan, sementara motif ikan koi dari Pekalongan mencerminkan ketekunan dan kemakmuran. Setiap goresan dan warna pada batik ini mengandung pesan moral serta nilai-nilai keagamaan yang diwariskan dari generasi ke generasi.
Dua kota ini, dengan sejarah dan budayanya yang kaya, telah berhasil mengintegrasikan nilai-nilai spiritual Islam ke dalam seni batik. Karya-karya yang dihasilkan tidak hanya indah secara estetika, tetapi juga penuh arti dan kebijaksanaan. Batik Islam dari Pekalongan dan Cirebon adalah bukti nyata bahwa seni dapat menjadi media yang kuat dan menginspirasi dalam menyampaikan pesan-pesan spiritual.
Referensi:
Aminah, Siti. 2015. Batik dan Islam: Simbolisme dan Filosofi. Jakarta: Penerbit Tradisi.
Dini, N. H. 2010. Batik dan Kebudayaan Jawa. Jakarta: Penerbit Nusantara.
Korlogue, Fiona. 2011. The Power of Batik: The Guide to Java’s Traditional Textile. Singapore: Penerbit Asia.
Ricklefs, M. C. 1993. Islam dan Kebudayaan Jawa. Jakarta: Penerbit Islam Nusantara.
Wibowo, Agus. 2017. Spiritualitas dalam batik Nusantara. Solo: Penerbit Budaya.
Alfiannurdin, Nurlaila. 2024. Warisan Budaya Cirebon: Mengungkap Sejarah dan Motif Batik Trusmi. NUSRA: Jurnal Penelitian dan Ilmu Pendidikan, vol. 5, no. 1, Februari.
Kontributor: Aas Noer Asiyah, Semester IV