SejarahTugas

Al-Fatih, Sang Penakluk dan Pemimpin yang Tangguh

Ma’had Aly – Sultan Muhammad II lahir pada tahun 1429 M/ 30 Maret 1432 M, bertepatan tahun 833 H. Beliau menghabiskan masa kecilnya di kota Adrenah. Merupakan Sultan Utsmani ke-7 dalam silsilah keturunan keluarga Utsman (Pendiri Khilafah Utsmaniyah). Muhammad digelari al-Fatih dan Abu al-Khairat. Beliau memerintah hampir selama 30 tahun, yang diwarnai dengan kebaikan, kemuliaan serta kemenangan bagi kaum muslimin. Beliau memangku Kesultanan Utsmani setelah ayahnya wafat, Sulat Murad II 16 Muharam 855 H/18 Februari 1451 M, yang waktu itu umurnya menjelang 22 tahun. Al-Fatih mengikuti jejak ayahnya dan memperoleh beberapa kemenangan. Saat usianya belum mencapai 25 tahun, beliau mampu memimpin barisan pasukan yang sebelumnya telah selama 800 tahun dan 11 kali percobaan pembukaan Konstantinopel di Romawi Timur ini selalu gagal oleh pasukan Muslim.

Sejak ayahnya memerintah, Muhammad al-Fatih telah terlibat dalam urusan kesultanan, seperti konflik dengan Kekaisaran Byzantium. Sejak berkuasa, beliau langsung mengarahkan pedangnya untuk menaklukan Konstantinopel. Hasil tarbiyah Islam yang beliau terima mendidik jiwanya untuk mencintai Islam, memiliki iman yang kokoh, serta mengamalkan nilai-nilai al-Qur’an dan Sunnah Rasul. Beliau tumbuh di atas komitmen yang tinggi terhadap syari’at Islam, memiliki sifat takwa dan wara’, mencintai ilmu dan ulama, semangat tinggi menyebarkan imu pengetahuan, keteguhan hati, keberanian, cerdas, kemauan kuat, gigih, berlaku adil, tidak tertipu oleh melimpahnya kekuasaan dan jumlah tentara, keikhlasan dan keilmuannya dalam  menegakkan agama Islam.

Sejak kanak-kanak, Muhammad al-Fatih sudah dididik oleh Ulama’ Rabbani, seperti Ahmad bin Ismail al-Kurani, sosok ulama yang salih dan bertakwa. Beliau adalah pembimbing al-Fatih dimasa kekuasaan ayahnya, Sultan Murad II. Saat itu, Muhammad ditunjuk sebagai penguasa wilayah Magnesia. Selain al-Kurani, ada sosok ulama yang juga berperan sebagai pembimbing pembentukan kepribadian Muhammad al-Fatih, yaitu Syaikh Aaq Syamsuddin. Nama lengkapnya adalah Muhammad bin Hamzah al-Dimasyqi ar-Rumi. Nasabnya bersambung sampai Khalifah Abu Bakar as-Shiddiq ra. Beliau lahir di Damaskus pada tahun 792 H/1389 M dan wafat pada tahun 1459 M. Beliau selalu menekankan dua hal kepada al-Fatih, yaitu : “Meningkatkan semangat jihad pasukan Utsmani dan selalu mengisyaratkan kepada al-Fatih, bahwa yang dimaksudkan dalam hadits Nabi tentang pemimpin yang akan membuka Kota Konstantinopel adalah dirinya sendiri.” Sabda Rasul tersebut adalah, “Konstantinopel akan takluk ditangan seorang laki-laki. Maka orang yang memerintah disana adalah sebaik-baik penguasa dan tentaranya adalah sebaik-baik tentara”. Maka tidak mengherankan jika Muhammad al-Fatih sangat merindukan agar dirinya menjadi orang yang mampu merealisasikan sabda Rasul saw. tersebut.

Beberapa strategi Sultan Muhammad II atau al-Fatih untuk menaklukan Kota Konstantinopel, sebagai berikut :

  1. Memperkuat kekuatan militer Utsmani dari segi personil hingga jumlahnya mencapai 250.000 mujahid. Jumlah yang sangat besar diantara tentara negara lain pada saat itu.
  2. Memperkuat pelatihan pasukan dengan berbagai seni tempur dan ketangkasan bersenjata, sehingga mereka memiliki keahlian tempur kelas tinggi untuk menyambut operasi jihad yang ditunggu-tunggu.
  3. Memperhatikan sisi ruhiyah dan menanamkan semangat jihad di dalam diri pasukan.
  4. Memantapkan pasukan dan semangat jihad dengan dukungan banyak ulama di tengah pasukan kaum muslimin.
  5. Memperkuat kekuatan dari sisi infrastruktur angkatan perang dan persenjataan mutakhir dan strategi canggih.
  6. Membangun benteng Romali Hishar di wilayah selatan Eropa dan selat Bosphorus pada sebuah titik paling strategis yang berhadapan dengan benteng yang pernah dibangun pada masa pemerintahan Bayazid di daratan Asia.

Sultan mengumpulkan senjata yang dibutuhkan, dalam rangka menaklukan Konstantinopel. Kota ini adalah sebuah kota laut, yang tidak mungkin bisa dikepung kecuali dengan menggunakan kapal-kapal, berjumlah sekitar 400 kapal. Salah satu yang terpenting persenjataan ini adalah meriam yang sangat besar yang dirakit oleh Insinyur Orban, yang menjadikan meriam sultan yang sangat terkenal.

Sebelum melakukan penyerangan ke Konstantinopel, sultan melakukan perjanjian dengan beberapa negara rival, yaitu Galata yang berbatasan dengan Konstantinopel dari arah timur yang dipisahkan dengan Selat Tanduk Emas. Sultan juga menjalin perjanjian dengan Madj dan Venesia yang berbatasan dengan Eropa, namun kedua negara ini tidak mempedulikan perjanjian tersebut dan bergabung dengan Konstantinopel untuk mempertahankannya bersama orang Nasrani.

Konstantinopel dikelilingi lautan dari tiga sisi sekaligus, yaitu Selat Bosphorus, Laut Marmarah, dan Tanduk Emas yang dijaga dengan menggunakan rantai yang sangat besar, sehingga sangat tidak mungkin bagi setiap kapal untuk masuk ke Konstantinopel. Selain itu, dari daratan juga dijaga dengan pagar-pagar sangat kokoh dan terbentang di laut Marmarah hingga Tanduk Emas yang hanya dikelilingi sungai Likus.

Namun sultan terus merintis jalan pembuka antara Adrianopel dan Konstantinopel, untuk memudahkan pengiriman meriam ke Konstantinopel. Meriam yang sangat besar ini mulai bergerak dari Adrianopel menuju Konstantinopel dalam waktu dua bulan, dengan penjagaan ketat, akhirnya pasukan yang langsung dipimpin Sultan Muhammad al-Fatih tiba di dekat Konstantinopel pada Kamis 26 Rabiul Awal tahun 857 H atau 6 April 1453 M, maka berkumpullah pasukan Utsmani yang berjumlah 250.000 ini.

Sultan Muhammad berpidato dihadapan pasukannya dengan berapi-api dan penuh semangat: “Menggugah semangat pasukan untuk berjihad, meminta kemenangan dari Allah swt. atau meraih syahid.” Dalam khutbahnya, sultan menjelaskan arti pengorbanan dan keikhlasan dalam berperang tatkala berhadapan dengan musuh. Beliau membacakan ayat-ayat al-Qur’an yang berisi seruan jihad, menyebutkan hadits Rasulullah saw yang mengabarkan tentang penaklukan Konstantinopel. Disebutkan, bahwa dengan dibukanya Konstantinopel berarti akan memuliakan kehormatan Islam dan kaum muslimin.

Sultan al-Fatih melipatgandakan serangan pada tapal batas dan memfokuskan serangan sesuai rencana untuk melemahkan musuh dengan serangan berkali-kali pada pagar pembatas dan berusaha untuk memanjatnya. Sultan juga mulai menempatkan meriam-meriam besar di  dataran tinggi di belakang Galata. Meriam-meriam itu mulai menyemburkan pelurunya ke pelabuhan dan langsung tenggelam. Pada fase ini, pasukan Utsmani melakukan terobosan baru dalam usahanya untuk memasuki Konstantinopel. Mereka menggali terowongan bawah tanah dari tempat berbeda-beda dengan sasaran ke tengah kota. Tanpa diduga, pasukan Byzantium telah menyiapkan api untuk membakar terowongan itu hingga sebagian pasukan Utsmani gugur dilalap api, sebagian lagi terkulai sesak nafas dan sebagian lagi melarikan diri ke tempat semula mencari keselamatan. Namun kegagalan ini tidak menyurutkan tekad tentara Utsmani, mereka kembali menggali terowongan lain yang memanjang antara Akra Pabu dan pinggiran Pantai Tanduk Emas. Operasi ini telah menimbulkan ketakutan hebat di kalangan penduduk Konstantinopel.

Kembali pasukan Utsmani melakukan terobosan dalam pertempuran. Mereka membuat semacam benteng besar, terbuat dari kayu yang bisa bergerak. Benteng ini terdiri dari tiga tingkat, dengan ketinggian yang melebihi pagar-pagar pembatas Kota Konstantinopel. Benteng tersebut dilapisi tameng dan kulit yang dibasahi air, sehingga tidak mudah terbakar api.

Muhammad al-Fatih yakin bahwa Kota Konstantinopel sudah berada di ambang kejatuhannya. Walaupun demikian, beliau memasuki kota tersebut dengan damai. Maka sultan segera mengirim surat kepada Kaisar Constantine, yang berisikan bahwa, “Sultan meminta agar Kaisar mau menyerahkan kota itu tanpa ada pertumpahan darah. Beliau menawarkan jaminan keselamatan baginya dan pengawalnya saat keluar meninggalkan Konstantinopel. Bagi siapa saja penduduk kota itu menginginkan keamanan, beliau menjamin tidak akan terjadi lagi pertumpahan darah dan mereka tidak akan mendapat gangguan apapun. Mereka bisa memilih tinggal di kota ataupun keluar meninggalkan kota.”

Namun setelah berunding dengan penasehatnya, para pembantunya, serta pemuka Nasrani, surat sultan tersebut dibalas Kaisar sebagai berikut, “Sesungguhnya Dia bersyukur kepada Allah jika Raja mau menyerah dan membayar upeti (kepada Negara Utsmani). Sedangkan Konstantinopel, maka saya bersumpah untuk mempertahankannya hingga nafas terakhir saya. Maka tidak ada pilihan bagi saya, kecuali mempertahankan singgasana ini atau terkubur di bawah pagar-pagar istana.”

Tatkala surat Constantine diterima sultan, maka beliau berkata, “Sebentar lagi saya akan memiliki singgasana di Konstantinopel, atau saya akan terkubur di bawah puing-puing istananya. Ini juga merupakan tekad sultan untuk merebut Konstantinopel sampai titik darah penghabisan.”

Pada Selasa 20 Jumadil Ula tahun 857 H bertepatan 29 Mei tahun 1435 M, serangan umum mulai dilancarkan pasukan Utsmani. Setelah dikeluarkan komando, seluruh mujahidin dengan penuh semangat menggema takbir, pasukan Utsmani bergerak menuju pagar-pagar perlindungan kota. Sementara pertempuran di laut berlangsung sesuai rencana sehingga membuat musuh kalang-kabut. Serangan meriam ditujukan untuk menghujani benteng-benteng pertahanan musuh dan membuat mereka kelelahan.

Tatkala meriam menjadi dingin, tiga puluh diantara mereka mampu memanjat benteng lawan sehingga mengejutkan musuh. Walaupun ada beberapa yang mati syahid, termasuk komandan pasukan, namun peristiwa ini telah menjadi pintu pembuka untuk bisa memasuki kota di Thub Qabi dan mereka pun mampu memancangkan panji-panji Kesultanan Utsmani. Terlebih saat yang sama komandan pasukan musuh, Giovanni Guistiniani, mengalami luka sangat parah sehingga harus mundur dari medan laga. Akhirnya Kaisar sendiri menggantikan komandannya tersebut, namun akhirnya ia kabur melarikan diri dari medan perang dengan sebuah perahu, kemudian kaisar akhirnya mati terbunuh di medan perang.

Di hari kemenangan ini, Selasa 20 Jumadil Ula tahun 857 H / 29 Mei tahun 1435 M, tak ada yang dilakukan Sultan berumur 21 tahun ini kecuali berkeliling menemui pasukan dan panglima-panglimanya yang selalu mengucapkan “Masya Allah”, menoleh pada mereka dan berkata, “Kalian telah menjadi orang-orang yang mampu menaklukan Konstantinopel yang telah Rasulullah kabarkan.” Sultan mengucapkan kata selamat atas kemenangan yang telah mereka capai dan melarang mereka melakukan pembunuhan. Sebaliknya, Sultan memerintahkan untuk berlaku baik dan lembut kepada semua manusia. Kemudian beliau turun dari kudanya dan bersujud kepada Allah di atas tanah, sebagai ungkapan syukur dan pujian serta bentuk kerendahan diri dihadapan-Nya.

Sebelum ditaklukan, ibu kota Konstantinopel merupakan penghalang terbesar bagi penyebaran Islam di Eropa. Karena itu, jatuhnya Konstantinopel merupakan terbukanya Islam dan peradaban masuk ke Eropa dengan kekuatan dan perdamaian untuk para pemeluknya lebih daripada masa sebelumnya. Namun, setelah penaklukan Konstantinopel, beliau menjadikan kota ini sebagai ibu kota Daulah Utsmaniyah dan menamainya dengan sebutan Islam-Bul, yang berarti Kota Islam. Kemudian kini namanya berubah menjadi Istanbul. Konstantinopel dianggap kota paling terpenting di dunia yang didirikan oleh raja Byzantium Constantine I pada tahun 330 M. Ada pula yang mengatakan bahwa Konstantinopel didirikan pada 658 SM oleh kebangsaan Romawi yang bernama Byzas, yang kemudian terkenal dengan nama Byzantium. Kota ini memiliki wilayah paling strategis sebagaimana ungkapan, “Seandainya dunia ini adalah sebuah negara, maka yang paling pantas menjadi ibu kotanya adalah Konstantinopel.”

Sultan Muhammad al-Fatih meninggalkan beberapa karya peradaban, yaitu; membangun akademi dan sekolah, memuliakan para ulama, memperhatikan penyair dan sastrawan, memajukan gerakan penerjemahan, membangun kesejahteraan sosial, membangun perdagangan dan industri, membangun sistem administrasi, membangun tentara dan armada laut, serta membangun keadilan hukum.

Menjelang wafat, sultan menyampaikan wasiat kepada anaknya. Wasiat ini melukiskan gambaran tentang jalan hidup, nilai-nilai dan prinsip keyakinan, serta impian-impiannya kepada pemimpin penggantinya. Berikut isi wasiat sultan kepada anaknya; “Tak lama lagi aku menghadap Allah swt., namun aku sama sekali tidak menyesal, sebab aku telah meninggalkan pengganti sepertimu. Maka jadilah engkau pemimpin yang adil, salih juga pengasih. Rentangkan perlindunganmu kepada seluruh rakyatmu tanpa perbedaan. Bekerjalah menyebarkan agama Islam, sebab ini menjadikan kewajiban raja-raja di muka bumi. Hindari bid’ah-bid’ah yang merusak, jauhi orang-orang yang menyuruhmu melakukan itu, lakukan perluasan negeri ini melalui jihad, dan jagalah harta Baitul Mal, jangan sampai dihambur-hamburkan kecuali sesuai aturan Islam, serta himpunlah kekuatan orang-orang yang lemah juga fakir dan berikan penghormatanmu kepada orang-orang yang berhak.”

Setelah berkuasa selama 30 tahun lebih, di tengah besarnya pasukan perang di Askadar beliau terkena sakit panas cukup parah yang akhirnya menyebabkan beliau wafat syahid dalam usia 52 tahun, pada 4 Rabiul Awal 886 (887) H/Mei 1481 M.

Referensi

Ali Muhammad ash-Shallabi, Sejarah Daulah Utsmaniyah, Jakarta : Ummul Qura, 2016.

_______________________, Bangkit Dan Runtuhnya Khilafah Utsmaniyah, Jakarta, Pustaka Al-Kautsar, 2003.

Alwi Alatas, Al-Fatih Sang Penakluk Konstantinopel, Zikrul Hakim.

Shalabi, Fatih Al Qostontiniyyah As-Sulton Muhammad Al-Fatih, Mesir : Dar al-Tauzi wa al-Nashr al-Islamiyah, 2006.

Ramzy al Munyawi, Muhammad Al-Fatih penakluk Konstantinopel , Jakarta : Pustaka Al-Kautsar.

 

Oleh : Muhammad Ulin Nuha, Semester VI

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *