Akang Guru: Ulama Tatar Sunda Asal Cianjur

Akang Guru: Ulama Tatar Sunda Asal Cianjur

Gerbang Marhamah itu semboyan kami

Berakhlakul karimah jadi jati diri

Demi Cianjur yang sangat kita cintai

Harapan jaya dunia akhirat nanti

Gerakan, pembangunan, masyarakat, berakhlakul karimah

 

Ukhuwah islamiyah, jangan sampai terpecah

Perbedaan pendapat, bukankah itu rahmat

Itu bukan halangan, tegakkan syariat Islam

Adat dan kesopanan, jadi kata pedoman

Jadikan Cianjur Sugih Mukti Tur Islami

 

Berakhlakul Karimah, potensi yang utama

Ingat bangsa binasa, tanpa akhlak mulia

Mari kita wujudkan, masyarakat marhamah

Rasa kasih dan sayang, hidup saling berdampingan

Jadikan Cianjur Sugih Mukti Tur Islami

Gerakan, pembangunan, masyarakat, berakhlakul karimah

Kabupaten Cianjur merupakan salah satu kabupaten di Indonesia yang masyarakatnya mayoritas muslim. Sejak awal pendiriannya, Cianjur telah menjadi tempat yang ditandai oleh keagamaan yang mendalam. Tiga filosofi penting yang mencerminkan aspek keparipurnaan hidup yaitu Ngaos, Mamaos dan Maenpo menjadi landasan untuk memandu masyarakat Cianjur dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Filosofi ini mengajarkan pentingnya pengetahuan, kesederhanaan dan harmoni dalam hidup.

Setelah ambruknya Orde Baru, Indonesia berada dalam krisis ekonomi dan stabilitas sosial-politik yang rapuh. Di tengah kehidupan bangsa yang sedang tidak stabil, muncul gerakan untuk kembali kepada Islam sebagai landasan hukum dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Kembali kepada Islam dipandang sebagai solusi dalam memecahkan berbagai kritis yang sedang terjadi dengan cara menciptakan tatanan kehidupan religius dengan menerapkan syari’at Islam dalam seluruh aspek kehidupan masyarakat. Kabupaten Cianjur melalui otonomi daerah menggulirkan sebuah kebijakan yang dianggap kontrofersial yaitu dengan sebuah program yang dinamai dengan Gerbang Marhamah (Gerakan Pembangunan Masyarakat Berakhlakul Karimah). Program tersebut dianggap kontrofersial sebab kerap dianggap sebagai konsep pendirian syari’at Islam yang bertentangan dengan hukum dan perundang-undangan yang berlaku di negara Indonesia. Namun demikian bahwa dalam aplikasinya Gerbang Marhamah hanyalah sebuah kearifan lokal yang didasarkan pada nilai-nilai syari’at Islam tentang akhlak dan muamalah. Begitulah sejarah diciptakannya lagu Gerbang Marhamah yang menjadi masterpiece kabupaten Cianjur.

Untuk dapat membangun masyarakat yang berakhlakul karimah tentunya tidak mudah, perlu banyak dukungan dari segala sisi, salah satunya dari ulama. Namun tak perlu khawatir, sebab di Cianjur banyak ulama produktif yang mampu mendidik masyarakatnya. Beberapa Kiai atau ulama Cianjur telah banyak menorehkan tulisan dalam disiplin ilmu. Bahkan karyanya menjadi rujukan bagi ulama lain baik dalam maupun luar daerah. Sebut saja Mama Gentur KH. Ahmad Syatibi memilik 35 karya. KH. Abdullah bin Nuh 50 karya. Mama Ciharashas KH. Ahmad Suja’i 2 karya. Semua karya-karya tersebut menjadi pegangan untuk kajian keislaman bukan hanya di Cianjur, melainkan di luar daerah Cianjur.

Namun kali ini penulis akan mengulas tuntas salah satu biografi ulama dari murid Mama Ciharashas KH. Ahmad Sujai. Beliau adalah KH. Muhammad Nadjmudin yang lahir pada 12 Mei 1938. Beliau seorang ulama yang terlahir dari keluarga Kiai yaitu KH. Juaeni dan Hj. Rohaya, pemilik Pondok Pesantren di Jampang, Cianjur. Beliau merupakan putra pertama dari tujuh bersaudara yaitu: KH. Ayi, Ibu Ai, Ibu Ai, KH. Salim, Ibu Ucu dan KH. Sofyan. KH. Muhammad Nadjmudin dikenal dengan sebutan Akang Guru, sebutan Akang Guru berawal dari panggilan masyarakat Cianjur, Akang berarti kaka atau diartikan dengan sesepuh padahal saat itu beliau masih muda dan Guru dimana beliau menjadi guru seluruh masyarakat Cianjur.

Akang Guru sejak kecil sudah belajar banyak ilmu agama dari sang ayah. Akang Guru mulai merantau untuk menimba ilmu ketika usia 15 tahun, beliau menimba ilmu umum di Sekolah Rakyat sembari mondok di Pondok Pesantren Sayang Cianjur Wetan, pada saat itu Pondok Pesantren Sayang dipimpin oleh KH. Abdullah. Akang Guru mondok disana selama 4 tahun lamanya yaitu tahun 1954-1958. Setelah itu Beliau melanjutkan pendidikan di Sekolah Al-I’anah Cianjur (1957) dan menimba ilmu agama di Pondok Pesantren Ciharashas, Cianjur.

Saat itu Pondok Pesantren Ciharashas dipimpin oleh KH. Ahmad Syuja’i, yang dikenal dengan sebutan Mama Ciharashas, Akang Guru mondok di Pondok Pesantren Ciharashas selama kurang lebih 6 tahun (1958-1962). Mama Ciharashas adalah seorang ulama besar yang telah mencetak para pengurus Nahdatul Ulama (NU). Dahulu Mama Ciharashas berguru kepada Mama Gentur KH. Ahmad Syatibi, Mama Kidul KH. Ahmad Kurtubi dan Mama Ciajang Raden Husen. Serta berguru kepada beberapa Habib, yaitu Habib Ali Al-Attas, (Cikini, Jakarta), Habib Syekh bin Salim Al-Attas, (Sukabumi), Habib Muhammad Al-Haddad, (Tegal, Jawa Tengah).

Akang Guru menimba ilmu agama maupun umum selama kurang lebih 11 tahun, hal itu membuat keilmuan Akang Guru tak diragukan lagi. Sehingga beliau diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang mengurus Departemen Guru Agama (1962-1980). Beliau juga diangkat menjadi Ketua Majlis Ulama Indonesia (MUI) Pacet, Cianjur, Jawa Barat.

Akang guru akhirnya menikahi seorang gadis desa yaitu Hj. Lilis Kholisoh anak dari Kiai Kampung Pasircina, Cipanas, Cianjur, Jawa Barat yaitu KH. Rosyid Ridho dan Hj. Badriyah. Tepatnya beliau menikah tahun 1965, setelah menikah beliau mengabdikan diri di kampung halaman sang istri. Dari pernikahan tersebut dikaruniai tujuh anak, dua putra dan lima putri.

Pada tahun 1965, beliau mendirikan Pondok Pesantren Daarul Hikmah. Sembari mengurus Pondok Pesantren beliau juga melanjutkan belajar agama di PGA selama 4 tahun (1965-1968) lalu melanjutkan PGA kembali selama 6 tahun (1968-1973). Akang Guru mampu mencetak para santri yang kini menjadi Kiai, diantaranya yaitu Kiai Ade pendiri Pondok Pesantren di daerah Pasir Kuda, Cianjur, begitupula dengan beberapa santri lainnya.

Pada tahun 1990-1994 beliau dipercaya menjadi Kepala Kantor Urusan Agama Cianjur. Dan tahun 2005 beliau memperluas pondoknya dengan mendirikan sebuah yayasan, yaitu Yayasan Kharisma Baitussyifa Daarul Hikmah. Yayasan ini terdapat beberapa unit, diantaranya Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Taman Kanak-kanak (TK), Madrasah Diniyah Takmiliyah (MDT), Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT), Sekolah Menengah Pertama Islam Terpadu (SMPIT), Pondok Pesantren dan Majlis Ta’lim. Dengan mendirikan Yayasan ini, masyarakat setempat merasa senang karena tidak usah bingung dan susah mencari sekolah lain.

Beliau wafat pada 28 Maret 2021 di Cipanas, Cianjur. Saat ini yayasan yang beliau dirikan diteruskan oleh putra-putri serta keluarga. Dengan berbagai pertimbangan, kini nama yayasan diganti menjadi Yayasan Daarul Hikmah.

Referensi:

KH. Muhammad Nadjmudin, diwawancarai oleh Penulis, Januari 2020, Ponpes Daarul Hikmah Cipanas, Cianjur

Ibu Ai Habibah putri KH. Muhammad Nadjmudin diwawancarai oleh Penulis, Januari 2020, Ponpes Daarul Hikmah Cipanas, Cianjur

Mahmud Rahmat Bapak Rw 01 Pasircina, Cinapas, Cianjur periode 2020, diwawancarai oleh Penulis, Januari 2020, Cipanas, Cianjur

Ibu Rosita pengajar Yayasan Daarul Hikmah, diwawancarai oleh Penulis, Oktober 2023, Cipanas, Cianjur

Penulis: Dalimah Nur Hanipah, Mahasantri Ma’had Aly Jakarta

Leave a Reply