MAHADALYJAKARTA.COM—Dinasti Aghlabiyah didirikan oleh Ibrahim bin Aghlab pada tahun 800 M. Saat itu, kekhalifahan Abbasiyah mengalami kesulitan dalam mengendalikan provinsi-provinsi yang jauh, termasuk Ifriqiya, yang mencakup wilayah Tunisia modern dan sekitarnya. Karena adanya ancaman terhadap stabilitas di Tunisia, Harun al-Rasyid memerintahkan Ibrahim bin Aghlab, seorang panglima militer setia yang berasal dari keluarga Aghlab, untuk memimpin daerah tersebut.
Ibrahim bin Aghlab memegang peranan penting dalam menstabilkan wilayah Afrika. Setelah diangkat menjadi gubernur, ia berhasil meredam pemberontakan suku-suku Barbar dan mulai membangun pemerintahan yang terorganisir. Salah satu Langkah pertamanya adalah memindahkan ibu kota ke Kairouan. Ibrahim memperkuat otonomi wilayahnya dengan membentuk angkatan bersenjata yang kuat dan menjalankan kebijakan dalam negeri secara independen, meskipun tetap mengakui kekuasaan Abbasiyah.
Dinasti Aghlabiyah memerintah dengan sistem monarki, yang mana pemimpinnya disebut Emir. Para Emir Aghlabiyah berhasil mengkonsolidasikan kekuasaan dengan membangun administrasi yang efisien, sistem perpajakan yang baik, memperkuat militer dan menjaga hubungan diplomatik dengan negara-negara lain.
Kemajuan Ekonomi: Irigasi dan Pertanian
Salah satu faktor yang membuat pemerintahan Aghlabiyah sukses adalah kebijakan ekonominya yang inovatif. Mereka memperkenalkan sistem irigasi yang canggih, salah satunya adalah qanat, jaringan terowongan bawah tanah yang berfungsi untuk mengalirkan air ke lahan-lahan pertanian yang kering. Sistem ini memungkinkan wilayah Ifriqiya yang tandus menjadi lebih subur dan produktif. Aghlabiyah juga memperkenalkan teknik pertanian baru yang meningkatkan sistem produksi pangan, terutama di daerah-daerah yang sebelumnya sulit untuk ditanami. Dari sistem irigasi yang baik ini juga, muncul nama-nama reservoir air, arus dan ukuran-ukurannya yang memperkaya dialek Sisilia dalam Bahasa Arab (Giling, 2016).
Ekonomi Ifriqiya tidak hanya bergantung pada pertanian, tetapi juga pada perdagangan. Lokasi geografisnya yang strategis di tepi laut Mediterania menjadikan wilayah ini sebagai pusat perdagangan internasional. Pelabuhan-pelabuhan Aghlabiyah di pantai utara Afrika terhubung dengan jalur-jalur dagang utama yang menghubungkan dunia Islam dengan Eropa. Barang-barang seperti sutra, rempah-rempah, tekstil, serta logam mulia diperdagangkan secara luas, yang memberikan keuntungan besar bagi perekonomian lokal.
Kemajuan Seni dan Ilmu Pengetahuan
Proses transmisi pendidikan di Eropa dimulai sejak kedatangan Islam itu sendiri ke Sisilia, yaitu dengan diterimanya Islam sebagai agama baru oleh masyarakat Sisilia. Seiring dengan terbentuk dan berkembangnya pemerintahan, banyak ilmuwan yang menetap di Sisilia. Sehingga, membuat Sisila menjadi ladang ilmu pengetahuan. Besarnya minat masyarakat Sisilia untuk mempelajari Islam membuat para penguasa menjalin hubungan dengan para penguasa lainnya, agar para penguasa tersebut mengirim beberapa guru dan ilmuannya untuk mengkaji Islam di Sisilia (Misbahuddin, 2015). Mereka mendirikan banyak madrasah, masjid, dan pusat studi. Masjid Agung Kairouan, yang dibangun pada tahun 670 M dan direnovasi oleh Aghlabiyah, adalah salah satu contoh arsitektur Islam yang paling berpengaruh. Desainnya yang megah dan detail ornamen yang rumit mencerminkan estetika Islam pada masa itu.
Penaklukan Sisilia: Ekspansi Militer di Mediterania
Salah satu pencapaian terbesar Dinasti Aghlabiyah adalah penaklukan Sisilia dari Kekaisaran Byzantium yang terjadi pada tahun 212 H/827 M. Ziyadatullah bin Ibrahim, salah satu penguasa Aghlabiyah, memutuskan untuk melancarkan ekspedisi militer ke Sisilia. Penaklukan ini dilakukan dengan bantuan para pasukan muslim dari Afrika Utara dan Andalusia. Awalnya, penaklukan ini dilatarbelakangi oleh adanya ketegangan intern penguasa Romawi. Pada tahun 211 H, Kaisar Romawi memerintahkan gubernur Sisilia yang bernama Konstantin untuk menangkap Euphemius (Munawir, 2009). Euphemius ditangkap karena ia melakukan pemberontakan terhadap pemerintah.
Keruntuhan Dinasti:
Kejatuhan dinasti Aghlabiyah dimulai pada akhir abad ke-9, ketika konflik internal dan tekanan eksternal mulai menggerogoti kekuasaan mereka. Munculnya dinasti lain seperti Fatimiyah, yang berusaha menggulingkan Aghlabiyah, serta pemberontakan lokal, mempercepat proses kemunduran dinasti ini. Pada tahun 909 M, Aghlabiyah resmi berakhir setelah Khalifah Fatimiyah, Abdullah al-Mahdi, merebut Kairouan dan mendirikan dinasti baru.
Sebagai kesimpulan bahwa, Dinasti Aghlabiyah adalah salah satu contoh penting dari keberhasilan pemerintahan Islam dalam mengembangkan ekonomi, kebudayaan, dan ilmu pengetahuan. Meski telah berakhir lebih dari seribu tahun yang lalu, warisan mereka masih dapat dirasakan hingga kini, membentuk bagian integral dari sejarah dan budaya dunia Islam. Keterampilan dalam pertanian, arsitektur, serta kontribusi terhadap ilmu pengetahuan dan pendidikan menjadikan Aghlabiyah sebagai salah satu dinasti yang sangat berpengaruh dalam sejarah Islam.
Referensi:
Hitti, Philip K. 2002. History of the Arabs. Jakarta: J. Suyuti Pulungan.
Masbiyanti, dkk. 2024. Dinasti-dinasti kecil di barat Baghdad: Peradaban Islam saat disintegrasi desentralisasi kekuasaan Bani Abbas. Jurnal Sejarah dan Peradaban Islam, Vol. 8, No. 2.
Munawwir, M. Fajrul. 2009. Islam di Sisilia: Asal-usul, kemajuan dan kehancuran. Jurnal Ilmu Sejarah dan Budaya, Vol. 11, No. 3.
Kontributor: Wirdatul Jannah