Tembang Sluku-Sluku Bathok, Jalan Dakwah Sunan Kalijaga

Tembang Sluku-Sluku Bathok, Jalan Dakwah Sunan Kalijaga

Ma’had Aly – Tersebar serta meluasnya pengaruh ajaran-ajaran agama Islam di Indonesia tidak dapat dipisahkan dari peran para tokoh penyebar Islam yang biasa dikenal dengan sebutan Walisongo. Walisongo merupakan kumpulan sembilan tokoh penyebar agama Islam di pulau Jawa pada abad ke 14, yang sebagian besar namanya diambil sesuai dengan nama daerah mereka dalam menyebarkan agama Islam, yaitu Sunan Gresik, Sunan Bonang, Sunan Ampel, Sunan Drajat, Sunan Giri, Sunan Muria, Sunan Kudus, Sunan Kalijaga, dan Sunan Gunung Jati.

Sunan Kalijaga atau yang memiliki nama kecil Raden Mas Syahid ini lahir pada tahun 1450 Masehi di Kadipaten Tuban, Jawa Timur. Ia merupakan murid dari Sunan Bonang yang juga merupakan sahabatnya dalam Walisongo. Setelah mampu mewarisi ilmu-ilmu yang diajarkan Sunan Bonang, Sunan Kalijaga masih berguru kepada beberapa wali, yaitu Sunan Ampel dan Sunan Giri.

Di antara tokoh Walisongo, ada salah satu anggotanya yang menyebarkan Islam dengan cara yang terbilang unik dan berbeda dengan anggota wali sanga lainnya, yaitu Sunan Kalijaga. Dalam menyebarkan agama Islam, Sunan Kalijaga menggunakan metode berupa kesenian, kebudayaan, dan sastra. Beliau memilih metode-metode tersebut karena melihat kondisi masyarakat Jawa pada saat itu yang masih sangat kental dan memegang erat adat istiadat dan budaya, sehingga berdakwah dengan kesenian akan lebih mudah diserap dan diterima oleh masyarakat. Melalui kesenian juga, Sunan Kalijaga ingin mengajak masyarakat agar lebih mendalami agama Islam dan lebih dekat kepada Allah SWT.

Di antara model dakwah yang digunakan Sunan Kalijaga dalam menyebarkan agama Islam di pulau Jawa yakni wayang kulit, grebeg maulud, serat dewa ruci, suluk linglung, kidung, dan tembang Jawa. Adapun salah satu tembang Jawa yang cukup fenomenal di kalangan masyarakat yaitu Sluku-sluku Bathok. Tembang ini jika didengarkan secara sekilas seperti berbahasa Jawa, akan tetapi sebenarnya tembang ini merupakan lagu yang digubah oleh Sunan Kalijaga dari bahasa Arab.

Tembang Sluku-Sluku Bathok mengajarkan kepada kita nilai-nilai untuk taat kepada Tuhan, memiliki sifat yang terpuji, dan rasa bertanggung jawab terhadap kehidupan yang sedang kita jalani. Syair-syairnya juga mengandung makna tentang ajaran-ajaran agama Islam.   

Berikut ini adalah lirik tembang Sluku-Sluku Bathok:

Sluku-sluku bathok 

Bathoke ela-elo

Si rama menyang Solo

Oleh-olehe payung mutho

Mak jenthit lolo lobah

Wong mati ora obah

Yen obah medeni bocah

Yen urip goleko dhuwit

Namun, ada beberapa perbedaan tafsiran mengenai makna dari tembang Sluku-Sluku Bathok. Berikut ini adalah makna dari setiap lirik tembang Sluku-Sluku Bathok:

  1. Sluku-Sluku Bathok

Kalimat ini berasal dari bahasa Arab “ghuslu-ghuslu bathnaka”, yang artinya mandikanlah batinmu. Maksudnya ialah kita harus membersihkan batin atau jiwa terlebih dahulu sebelum membersihkan badan atau raga, karena membersihkan jiwa itu lebih sulit dari membersihkan raga. Namun pada tafsiran lain, mengatakan kalimat tersebut berasal dari “usluk suluka bathnaka”, yang artinya ikutilah jalan perutmu. Manusia diperintah untuk mengambil jalan seperti jalan perut yang telah terisi makanan. Jalan yang dimaksud adalah jalan lurus. Hidup juga tidak boleh dihabiskan hanya untuk bekerja, istirahatlah jika memang waktunya istirahat, untuk menjaga jiwa dan raga agar tetap seimbang. 

  1. Bathoke Ela-elo

Dalam bahasa Arab yaitu “bathnaka laa ilaaha illa Allah”, yang memiliki arti isilah perutmu dengan “laa ilaaha illa Allah”. Dalam tafsiran lain bermakna bahwa hati kita harus selalu dihiasi dengan berdzikir kepada Allah dalam segala keadaan. Ketika kita senang atau susah, ketika mendapat nikmat melimpah dari Allah, maupun ketika sedang tertimpa musibah, hati kita harus senantiasa berdzikir kepada Allah, karena hanya dengan mengingat-Nya hati menjadi tenang.

  1. Si Rama Menyang Solo

Dalam bahasa Arab yaitu “sirru ma’a man shalla”, yang artinya berjalanlah kalian semua megikuti orang yang salat, agar kita juga bisa selalu menjaga salat kita. Dalam tafsiran lain bermakna bahwa kita diperintah untuk bersuci, kemudian dirikanlah salat, karena salat adalah tiang agama.

  1. Oleh-olehe Payung Mutho

Dalam bahasa Arab yaitu “Allahu faa’izun ‘ala man taaba”, yang artinya Allah menyukai orang-orang yang taubat, maksudnya adalah orang yang kembali ke jalan yang benar. Dalam tafsiran lain bermakna bahwa dengan mendirikan shalat, maka kita akan mendapat perlindungan dari Allah.

  1. Mak Jenthit Lolo Lobah

Dalam bahasa Arab yaitu “ittakhidzillahu rabba”, yang artinya jadkanlah Allah sebagai Tuhan kalian semua. Dalam tafsiran lain bermakna bahwa kematian itu datangnya tiba-tiba, tidak ada yang tahu kapan waktu kedatangannya, tidak bisa dimajukan dan tidak bisa pula dimundurkan. Siapapun yang hendak mati, nantinya akan dicabut nyawanya oleh malaikat Izrail, dan bagaimana keadaan dia ketika meninggal dunia, khusnul khatimah atau malah sebaliknya, itu semua tergantung perbuatan dan tingkah laku kita selama masih hidup.

  1. Wong Mati Ora Obah

Dalam bahasa Arab yaitu “man maata ra’a dzunubah”, yang artinya barangsiapa yang mati, maka akan diperlihatkan dosanya. Dalam tafsiran lain bermakna bahwa setelah kematian datang, kesempatan untuk beribadah dan beramal juga hilang, semuanya sudah terlambat. Semua hubungan dengan dunia akan terputus, kecuali tiga hal: shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat, serta doa dari anak-anak yang saleh/salehah

  1. Yen Obah Medeni Bocah

Dalam bahasa Arab yaitu “dzunuuba dainin yaghillu yadaah”, yang artinya hutang dosa akan membelenggu kedua tangan. Baik hutang itu berupa ibadah kepada Allah, maupun hutang kepada sesama manusia. Dalam tafsiran lain bermakna bahwa di akhirat sana banyak jiwa yang menginginkan untuk hidup kembali di alam dunia. Tetapi Allah tidak mengizinkan, jika mayat dihidupkan lagi pasti bentuknya akan menakutkan dan mudlaratnya akan lebih besar.

  1. Yen Urip Goleko Dhuwit

Dalam bahasa Arab yaitu “rattibil qalbi bil qauli ats-tsabit”, yang artinya jagalah hatimu dengan ucapan yang tadi telah disebutkan, yaitu “laa ilaaha illa Allah.” Dalam tafsiran lain bermakna bahwa kesempatan untuk beramal saleh hanya ada pada saat (sekarang) masih hidup, bukan nanti. Tempat beramal itu hanya di dunia, sedangkan di akhirat itu tempat memetik hasilnya.

Berdasarkan makna tembang Sluku-Sluku Bathok yang telah diuraikan di atas, maka dapat kita ketahui bahwa Sunan Kalijaga menciptakan tembang ini bukan hanya sekedar sebagai tembang dolanan, tetapi juga menjadi sarana dakwah menyebarkan agama Islam, yang mana di dalamnya terkandung nilai-nilai moral dan karakter religius yang dapat dijadikan pedoman bagi masyarakat.  

Referensi

Chodjim, Achmad. 2018. Sunan Kalijaga, Mistik dan Makrifat. Tangerang Selatan: Penerbit Baca

Sunyoto, Agus. 2011. Wali Songo: Rekonstruksi Sejarah yang Disingkirkan. Tangerang: Transpustaka

Hasbullah, Moeflich. 2013. Sejarah Sosial Intelektual Islam di Indonesia. Bandung: CV Pustaka Setia.

Nurgiyantoro, Burhan. 2005. Sastra Anak. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. 

Kesuma, Dharma, dkk. 2011. Pendidikan Karakter. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Kontributor: Nailul Futuchiyyah, Semester IV

Leave a Reply