Mengenal Sosok Khalifah Utsman bin ‘Affan

Mengenal Sosok Khalifah Utsman bin ‘Affan

Ma’had Aly – Perkembangan Islam pasca wafatnya Rasulullah saw tidaklah jauh dari peran Khulafa ar Rasyidin, empat sahabat Nabi yang menjadi khalifah, yaitu Abu Bakar As-Shiddiq, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib. Khulafa ar Rasyidin terdiri dari dua kata yakni khulafa dan rasyidin. Khulafa  merupakan bentuk jama dari kata khalifah, yang memiliki arti pemimpin (orang yang menggantikan jabatan Rasulullah saw). Sedangkan rasyidin memiliki arti arif dan bijaksana. Maka Khulafa ar Rasyidin memiliki makna para pemimpin yang bijaksana setelah wafatnya Rasulullah saw. Mereka merupakan para pemimpin yang meneruskan tata pemerintahan yang dibangun rasul, mulai dari urusan agama, ekonomi, kesejahteraan masyarakat Arab, menegakkan amar ma’ruf nahi munkar dan menegakkan keadilan.

Ustman bin Affan terpilih sebagai khalifah ketiga setelah kekhalifahan Umar bin Khattab. Pemilihan Utsman bin Affan diadakan di rumah Abdurrahman bin Auf melalui musyawarah dan dibaiat pada hari ketiga setelah wafatnya Umar bin Khattab. Beliau masuk Islam melalui ajakan Abu Bakar dan termasuk sahabat Assabiqunal Awwalun. Nama lengkap beliau adalah Utsman bin Affan bin Abdillah bin Umayyah bin Abdi Syams bin Abdi Manaf bin Qushayi, lahir pada tahun 576 M di Thaif. Beliau 5 tahun lebih muda dari Rasulullah saw dan keturunan suku Quraisy. Di usia mudanya, beliau sudah pandai dalam berniaga ke Negeri Syam. Kepandaiannya dalam berdagang ini beliau dapatkan dari didikan ayahnya, sehingga beliau dapat tumbuh menjadi saudagar kaya raya, nan dermawan, jujur, lembut, mulia, serta memiliki keteguhan hati, budi pekerti dan prasangka yang baik. Beliau mendapatkan kedudukan mulia dan dihormati di kalangan masyarakat Quraisy.

Sifat dermawan beliau dapat dilihat ketika nabi Muhammad saw kekurangan persiapan perang dalam perang Tabuk, di mana saat itu semua orang muslim berlomba-lomba dalam mendermakan harta mereka. Salah satu yang paling berperan diantara mereka adalah Utsman bin Affan, sebelumnya beliau telah mempersiapkan kafilah dengan 200 unta, ditambah dengan sedekah 100 ekor unta lengkap dengan barang bawaan, kemudian ditambah dengan 1000 dinar yang beliau letakkan di bilik Rasulullah. Beliau terus mendermakan hartanya sehingga semua terkumpul 900 ekor unta dan 100 ekor kuda yang belum termasuk uang tunai. Dapat dikatakan bahwa beliau telah menanggung sepertiga pembiayaan dana perang Tabuk. Bahkan Rasulullah saw pernah bersabda, “Tidak ada yang membahayakan Utsman karena apa yang dilakukannya hari ini.” 

Utsman mendapatkan gelar Dzu An-Nurain karena beliau telah menikahi dua putri Rasulullah saw. Putri pertama yang ia nikahi adalah Ruqayyah, namun saat itu Ruqayyah lebih dulu wafat karena sakit, kemudian ia dinikahkan oleh Rasulullah dengan putrinya Ummu Kultsum namun pernikahannya tidak berlangsung lama karena pada tahun ke-9 H Ummu Kultsum juga wafat. Utsman memiliki postur tubuh yang tidak terlalu tinggi dan tidak pendek, bertubuh putih, berkulit tipis, berwajah tampan. Beberapa riwayat menambahkan bahwa beliau berkulit cokelat, berjenggot lebat, persendiannya besar, kedua lenganya panjang dipenuhi bulu yang lebat, kepala bagian depannya botak, rambutnya lebih rendah daripada telinganya, dua bahunya lebar, dua kakinya lebar, hidungnya mancung, gigi serinya indah dan rahang yang kekar. 

Utsman bin Affan merupakan sahabat dekat Rasulullah saw, beliau menjabat sebagai khalifah ketiga selama 12 tahun, diketahui bahwa 6 periode awal kekhalifahan beliau ditandai dengan berbagai keberhasilan dan kejayaan. Diantara keberhasilan yang didapat ialah ketika beliau dan para tentara Islam berhasil menaklukkan beberapa wilayah yang diantaranya Tunisia, Armenia, Cyprus, Rhodes, dan bagian Persia. Beliau juga banyak melakukan pembangunan di beberapa wilayah yang ditaklukkan, seperti pembangunan pemukiman baru, jembatan, jalan dan wisma. Pada tahun 29 H, Utsman memperluas dan merenovasi Masjid Nabawi. Shahih Bukhari menjelaskan bahwa pada masa Utsman telah banyak dilakukan perubahan, temboknya yang dulu dibangun dengan batu bata biasa diganti dengan batu-batu besar yang diukir dan batu kapur, tiangnya yang terbuat dari dari batang pohon kurma diganti dengan batu-batu besar yang diukir, dan atapnya yang dulu terbuat dari pelepah kurma diganti dengan kayu jati. 

Pada masa pemerintahannya, mulai dibukukannya Al-Quran menjadi sebuah mushaf, yang sebelumnya ayat-ayat Al-Quran tersebut telah dikumpulkan ketika kekhalifahan Abu Bakar yang disimpan oleh Hafsah binti Umar. Maka dengan ini beliau pun membentuk panitia yang diketuai oleh Zaid bin Haritsah dan menugaskannya untuk menyalin ayat-ayat Al-Quran yang mana proses tersebut didasarkan atas bacaan para penghafal Al-Quran. Salinan mushaf ini dicetak menjadi lima mushaf yang nantinya dikirimkan ke Mekkah, Suriah, Basrah, dan Kufah untuk dijadikan sebagai pedoman dalam penyalinan berikutnya. 

Adapun pada 6 periode terakhir dalam pemerintahannya inilah yang di dalamya terdapat beberapa perpecahan dan pertentangan dari masyarakat. Timbul pula beberapa fitnah dari mereka yang memanfaatkan kebaikan dan kelembutan Khalifah Utsman bin Affan. Salah satu bentuk ketidaksenangan terhadapnya terletak pada pemilihan jabatan. Beliau yang lebih cenderung untuk memilih kerabat dekatnya yakni anak-anak dari pamannya banyak yang diangkat menjadi pejabat. Awal pertentangan dan fitnah terjadi di masyarakat Mesir yang saat itu dijabat oleh Abdullah bin Abi Sarah ketika itu mereka merasa terdzalimi dengan pemerintahannya, sehingga membuat masyarakat Mesir mengadukannya langsung kepada Khalifah Utsman. Mendengar pengaduan tersebut beliau langsung mengirim surat  peringatan keras kepada Abdullah bin Sarah. Akan tetapi Abdullah bin Sarah tidak memedulikannya, justru makin menjadi-jadi. Ia malah membunuh dan menganiaya masyarakat Mesir. Setelah kejadian ini, masyarakat Mesir yang berjumlah 700 orang bergegas menuju Madinah dan mengadukan perlakuan zalim yang telah dilakukan Abdullah kepada para sahabat. Mengetahui ini para sahabat sangat marah dan kecewa. Ali bin Abi Thalib salah satu sahabatnya langsung datang menemui Utsman bin Affan dan berkata, “Sesungguhnya mereka meminta kamu untuk menggantikan orang itu dengan orang lain dan mereka mengatakan bahwa pejabat itu telah menumpahkan darah. Maka pecatlah orang itu dan putuskanlah diantara mereka. Jika ada hal yang wajib diberlakukan padanya, maka berlaku adillah pada mereka.” Utsman kemudian berkata kepada masyarakat Mesir, ”Pilihlah orang yang kalian sukai, dan saya akan jadikan dia sebagai pemimpin kalian, kemudian saya dudukkan dia sebagai pengganti Abdullah bin Abi Sarah.” Mereka menjawab, “Jadikan Muhammad bin Abu Bakar sebagai gubernur kami.”

Utsman pun segera memenuhi permintaan mereka dan menulis keputusan untuk menjadikan Muhammad bin Abu Bakar sebagai gubernur. Setelah merasa puas dengan diterimanya permintaan mereka, masyarakat Mesir pun segera kembali. Namun pada hari ketiga dari perjalanan pulang, mereka dikejutkan dengan seorang budak berkulit hitam legam yang  menaiki unta dengan cambukan yang kuat seakan sedang mengejar seseorang. Karena penasaran mereka langsung memberhentikan dan menanyakan budak tersebut. Ternyata budak tersebut merupakan budak dari Utsman bin Affan, masyarakat Mesir juga mendapati sepucuk surat di dalam sepotong kantong kulit yang sudah mengering yang isinya membuat masyarakat Mesir kaget dan marah. Isi surat tersebut yaitu:

“Jika datang Muhammad bin Abu Bakar dan fulan, juga fulan, maka bunuhlah mereka, dan batalkan isi surat yang dibawa. Dan tetaplah kamu bertugas pada jabatanmu sekarang hingga datang perintahku. Penjarakan orang-orang yang datang kepadaku yang mengatakan bahwa dia dizalimi olehmu, hingga aku perintahkan hal lain untukmu, insyallah.” 

Maka masyarakat Mesir yang dipimpin Muhammad bin Abu Bakar segera kembali ke Madinah dan menunjukkan sepucuk surat tersebut kepada para sahabat Rasulullah yang lain dan membacakannya di depan penduduk Madinah yang hadir. Surat ini membuat seluruh penduduk Madinah yang tadinya tidak membenci Utsman bin Affan menjadi benci kepadanya. Mengetahui hal ini Ali bin Abi Thalib segera menemui Utsman dan menanyakan kepadanya hal yang sebenarnya telah terjadi. Dari pengakuan Utsman sendiri mengatakan bahwa beliau bersumpah tidak pernah mengirim budak, menulis, maupun menyuruh orang untuk menulis surat itu. Sebagian dari mereka ada yang mengetahui bahwa tulisan tersebut adalah tulisan Marwan. Muhammad bin Abu Bakar sendiri sebenarnya tidak mempercayai hal ini. 

Pada tahun 35 H terjadilah pengepungan rumah Khalifah Utsman. Hari pengepungan ini dinamakan dengan Yaum ad-Dar dimana seluruh pemberontak mengepung sekeliling rumah Utsman. Sebenarnya yang mereka inginkan bukanlah wafatnya Utsman melainkan Marwan. Mereka ingin Utsman menyerahkan Marwan bin Hakam, akan tetapi Khalifah Utsman tetap melindunginya karena takut Marwan akan dibunuh. Hingga akhirnya Utsman bin Affan terbunuh. Dalam peristiwa ini para sahabat juga sudah berusaha agar hal ini tidak terjadi, beberapa dari sahabat ada yang mengirim anak-anaknya untuk melindungi Khalifah Utsman. Mereka adalah Zubair, Thalhah, Ali dan para sahabat Rasulullah yang lain. Sahabatnya Ali bin Abi Thalib memerintahkan Hasan dan Husen untuk melindungi Utsman, bahkan mereka pun ikut terluka karena serangan dari orang-orang yang mengepung rumah Utsman bin Affan. Adapun alasan mengapa Khalifah Utsman tidak memerangi para pemberontak, yaitu dikarenakan beliau tidak menghendaki adanya pertumpahan darah. Khalifah Utsman bin Affan terbunuh ketika beliau sedang membaca Al-Qur’an dengan darah yang menetes dari tangannya yang putus akibat menahan tebasan pedang. Tetesan darah itu jatuh pada ayat yang berbunyi:

فَسَيَكْفِيْكَهُمُ اللهُ وَهُوَالسَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ    

Referensi

Aizid, Rizem. 2018. Sejarah Terlengkap Peradaban Dunia. Yogyakarta: Noktah

Al-Azizi, Abdul Syukur. 2017. Sejarah Terlengkap Perdaban Islam. Yogyakarta: Noktah

As-Suyuthi Imam. 2000. Tarikh Khulafa. Terj. Samson Rahman. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar

Dewan Redaksi Ensiklopedia. 2001. Ensiklopedia Islam. Jakarta: PT Ikrar Mandiriabadi

Muhammad, Abu Ja’far (Imam Ath-Thabari). 2011. Shahih Tarikh Ath-Thabari. Terj. Abu Ziad Muhammad Haq dan Abdul Syukur Abdul Razak. Jakarta: Pustaka Azzam

Pulungan, J. Suyuthi. 2018. Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Amzah 

Oleh : Cindy Camelia, Semester III

Leave a Reply