Ma’had Aly: Lokomotif Pengkader Ulama Indonesia

Ma’had Aly: Lokomotif Pengkader Ulama Indonesia

Ma’had Aly – “Sejak dahulu, pola pendidikan tinggi pesantren, yang kemudian kita kenal sebagai Ma’had Aly ini memang dipersiapkan untuk benar-benar dapat mencetak ulama yang mampu menjawab kebutuhan zaman dengan tidak sama sekali meninggalkan kitab kuning sebagai landasan pemikiran,” Ujar KH. Abdul Jalal, M.Ag, salah satu narasumber yang juga pimpinan Asosiasi Ma’had Aly Indonesia (AMALI) dalam “Workshop Mencetak Ulama dari Ma’had Aly” di Auditorium KH. Wahid Hasyim Tebuireng Jombang.

Dr. KH. Abdul Jalal adalah satu dari beberapa narasumber workshop yang dilaksanakan sejak Rabu tgl 7-8 November 2019. Workshop yang berkonsentrasi pada skema pengkaderan ulama ini juga diisi oleh Syaikhul Azhar; Syaikh Bilal Mahfudz Afifi, dan Dr. KH. Mustain Syafii, M.Ag., pakar Tafsir kontemporer Ma’had Aly Tebuireng. Ketiga narasumber di atas memiliki karakteristik tersendiri dalam melihat skema keulamaan, namun tetap memiliki kaitkelindan yang saling menguatkan.

Kyai Jalal memandang bahwa, Ma’had Aly adalah lembaga yang sangat tepat dalam mencetak kader ulama. Sedangkan pesantren yang menjadi pijakan awal dalam memahami Islam, sangat perlu dihidupkan dengan wacana-wacana yang lebih tinggi, sehingga nilai-nilai keluhuran ulama terdahulu dapat terus dilanjutkan dengan mempertimbangkan keadaan zaman yang tengah dihadapi. Karenanya, perlulah dilakukan evaluasi dan penguatan dari tiap-tiap Ma’had Aly yang sudah diakui oleh pemerintah. Dengan melakukan evaluasi dan sinergitas secara kontinu, diharapkan Ma’had Aly Indonesia dapat menjadi contoh bagi lembaga-lembaga pendidikan tinggi Islam dunia.

Adapun Kyai Mustain berpendapat, bahwa untuk mencetak karakter ulama, dibutuhkan 3 komponen dasar, yaitu: al-jam’u (komprehensif), an-naqdu (kritis), dan al-raskhu (mendalam). Dengan tiga komponen dasar ini, sekurang-kurangnya setiap mahasantri Ma’had Aly dapat melihat problematika ilmu pengetahuan dengan bijaksana sebagai alternatif untuk menjawab kebutuhan masyarakat, misalnya; pada komponen yang pertama, al-jam’u, setiap mahasantri perlu diberikan pemahaman yang komprehensif, yakni menalar ilmu yang digelutinya dengan perspektif yang beragam, baik melalui pola perbandingan, ataupun pola-pola yang sudah disepakati tiap Ma’had Aly sesuai dengan karakteristik pesantrennya masing-masing.

Kegiatan ini dibuka oleh wakil Menteri Agama, Dr. Zainuttauhid dan kata pengantar dari Dr. KH. Ahmad Zayadi, Kepala Subdit pontren yang mewakili Dirjen Pendidikan Islam. Selain penyampaian materi dan kata pengantar, kegiatan ini juga diisi dengan kunjungan ziarah ke Makam Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asyari, berikut KH. Wahid Hasyim dan KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Serta berlanjut ke makam KH. Wahab Hasbullah di Tambak Beras, Jombang.

Untuk membuat para peserta lebih mencintai negerinya, mereka diajak berkinjung ke museum Trowulan di Mojokerto. tempat di mana peninggalan kejayaan Kerajaan Majapahit banyak ditemukan. Dengan memahami fragmen sejarah nusantara ini, diharapkan setiap Ma’had aly bisa melahirkan ulama-ulama yang dapat menyeimbangkan pemikiran moderat yang mengacu pada keislaman dan keindonesiaan.

Kegiatan ini ditutup dengan berbagi gagasan dari berbagai Ma’had aly dalam merumuskan makna dan tupoksi keulamaan dari Ma’had Aly. Sehingga lulusan Ma’had Aly dapat menjadi jawaban dari kebutuhan ulama Indonesia yang mampu menjawab tantangan zaman (‘ulama’u fi zamanihi) dalam negeri maupun di seantero dunia. (Ust. Sufyan)

Leave a Reply