Ma’had Aly – Berbicara kerukunan Islam, semua itu tidak akan terlepas dari kiprahnya para ulama. Bahkan, orang-orang terorisme juga mempunyai seseorang yang ia anggap sebagai tokoh sentral sebagai panutannya atau bisa juga disebut sebagai ulama dalam versi mereka. Merekalah yang mampu untuk menjadi agen kerukunan di dalam ruang lingkup masyarakat yang beragama.
Di Indonesia sendiri, banyak sekali ulama yang keilmuannya sudah tidak diragukan lagi. Salah satu yang meneliti nilai-nilai kerukunan umat beragama dalam al-Qur’an ialah Ulin Nuha Mahfudhon, dosen Darus-sunnah International Institute For Hadith Sciences. Penelitiannya berjudul “Kerukunan Umat Beragama dalam Al-Qur’an (Telaah Penafsiran Kiai Sya’roni Ahmad)”.
Melalui program Bedah 60 Tesis dan Disertasi Ma’had Aly Sa’iidusshiddiqiyah Jakarta (Sabtu, 27 Maret 2021), Ulin Nuha menjelaskan bahwa Kiai Sya’roni Ahmadi mempunya cara tersendiri untuk memahamkan pelajaran dalam setiap kajiannya kepada jamaah. Gaya bahasanya yang lugas dan penguasaan wawasan tafsir yang luas serta kontekstualisasi isu-isu kekinian membuat pengajian tafsirnya diminati banyak orang. Setiap Jum’at pagi, ribuan jamaah dari berbagai daerah berbondong-bondong ke Masjid al-Aqsha Menara Kudus semata untuk mendengarkan penjelasan tafsirnya.
Kiai Sya’roni Ahmadi juga dikenal sebagai ahli fikih dan keilmuan Islam lainnya. Ketokohan dan keluasan ilmunya dibuktikan melalui jabatan yang ia emban serta karya-karya yang pernah ditulisnya dan menjabat sebagai Mustashār (Dewan Penasihat) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) periode 2015-2020.
Kerukunan sendiri adalah tujuan paling utama bagi setiap masyarakat. Lalu apa definisi kerukunan? Kerukunan menurut versi FKUB adalah hubungan sesama umat beragama yang dilandasi toleransi, saling pengertian, saling menghormati, menghargai kesetaraan dalam pengamalan ajaran agamanya dan kerja sama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Reublik Indonesia Tahun 1945.
Lalu siapakah Kiai Sya’roni Ahmadi dan darimana sanad keilmuannya? Ia lahir pada tanggal 17 Agustus di Kudus pada tahun 1931. Ia merupakan murid dari beberapa ulama terkemuka, seperti Kiai Raden Asnawi, Kiai Arwani Amin dan Kiai Turaichan Ajhuri. Dalam keilmuannya di bidang tafsir al-qur’an, ia mendapatkan banyak ilmu dari ulama terkemuka di Kudus yaitu seperti Kiai Arwani Amin (setoran quran, belajar qira’at sab’ah). Sanad keilmuan di bidang al-Qur’an Kiai Sya’roni Ahmadi yaitu Kiai Arwani Amin dan Kiai Raden Asnawi.
Kiai Sya’roni Ahmadi juga termasuk ulama yang produktif dan mempunyai beberapa karya. Di antara karya-karyanya adalah al-Farā’id al-Saniyyah wa al Durar al-Bahiyyah, Fayd al-Asāni ‘alā Hirz al-Amāni wa Wajh al Tahāni (3 Jilid), al-Taşrih al-Yasir fi Ilm al-Tafsir, Terjemah Sullam al-Munawraq, Terjemah Tashil al-Turuqāt, serta beberapa kitab lainnya.”
Dari karya-karya di atas, terdapat beberapa kitab yang melegitimasi keahlian Muhammad Sya’roni dalam bidang ilmu al-Qur’an. Adapun keahliannya dalam menafsirkan al-Qur’an dibuktikan dengan pengajian tafsir selama lebih dari 35 tahun lamanya.
Di dalam dakwahnya, Kiai Sya’roni Ahmadi mempunya 3 pola untuk menyebarkan ilmunya dikalangan masyarakat, antara lain; berceramah dan mengaji kitab disekitar Kudus, mengisi ceramah diluar daerah, dan mengajar di sekolah-sekolah Kudus. Di dalam dakwahnya sendiri bukan tanpa rintangan, ia biasa diganggu orang-orang PKI ketika berceramah. Pernah pada masa G30S PKI, ia termasuk target sasaran, oleh karena itu ia dijaga ketat oleh santri dan tidak tidur di rumah. Ia tidur di Masjid Kudus. Ia juga mengalami masa-masa kemerdekaan Indonesia, bahkan pernah dipenjara pada masa Belanda.
Dari banyaknya rintangan yang dirasakan Kiai Sya’roni Ahmadi di dalam dakwahnya, mulai dari jumlah jamaah yang sedikit hingga sekarang jamaahnya telah mencapai 5000-an tiap pertemuannya. Terdapat dua aspek yang membuat jamaahnya semakin bertambah, yaitu karena beliau tidak pernah membeda-bedakan jamaahnya yang berafiliasi Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah, dan yang kedua adalah konten materi yang disampaikan Kiai Sya’roni Ahmadi dapat diterima dan diminati masyarakat Kudus karena tidak membahas tentang khilafiyah.
Kiai Sya’roni Ahmadi menyampaikan pesan-pesan kerukunan ketika mengisi kajian, Berulang-ulang ia menyampaikan, “Wong Islam iku sing rukun, senajan omahe dewe-dewe. Sing durung Islam dideketi. (Jadi orang Islam itu harus rukun, meskipun rumah [organisasi]nya berbeda. Yang belum masuk Islam hendaknya didekati).” Jika ada masalah khilafiyah, ia selalu menjelaskan dan tidak pernah memihak, dan memberi kebebasan jamaah dimana ia ingin berpihak. Kampanye kerukunan yang disampaikan oleh Kiai Sya’roni ini tidak sekedar anjuran semata, tetapi didukung oleh basis teks al-Qur’an yang ia tafsirkan secara komprehensif. Sehingga memiliki pijakan yang kokoh dan selanjutnya memberikan pengaruh yang kuat di benak para jamaahnya.
Ketika Kiai Sya’roni Ahmadi menyampaikan sesuatu itu pasti ada tujuannya, kenapa beliau menyampaikan itu, seperti beliau menyampaikan suatu ayat, namun beliau mengkontekskan peristiwa dahulu ke peristiwa sekarang yang sedang terjadi.
Kiai Sya’roni Ahmadi dalam menjelaskan kerukunan dalam beragama itu memperbolehkan Muslim dan non Muslim saling berinteraksi dalam hal mu’amalah dan tidak memperbolehkan jika sudah mencapai ranah tentang akidah. Ia sangat menekankan kerukunan disetiap kalangan. Contohnya saja seperti menara Kudus dengan arsitektur candinya itu adalah salah satu faktor asimilasi.
Salah satu bentuk kerukunan di Kudus antara lain adalah banyaknya pabrik rokok (terbesar yaitu Djarum) milik China. Beliau memberi dukungan orang-orang Muslim yang bekerja kepada orang non Muslim itu tidak apa-apa karena hanya masalah dunia. Bahkan orang non Muslim di sana terbiasa ketika ada acara mengundang orang Muslim untuk makan bersama, ini adalah contoh kedekatan Kiai Sya’roni Ahmadi dengan orang-orang non Muslim, karena beliau berpandangan Islam adalah agama rahmat bagi seluruh makhluk hidup, sebagaimana risalah Nabi saw yang tertera pada Q.S. Al-Anbiya (21): 107
وَمَآ اَرْسَلْنٰكَ اِلَّا رَحْمَةً لِّلْعٰلَمِيْنَ
“Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam.”
Di dalam penjelasan tentang kerukunan, Kiai Sya’roni Ahmadi mengambil dasar di dalam al-Qur’an yaitu perintah tabayyun, sebagaimana di dalam Q.S. al-Hujurat (49): 6
يٰۤاَيُّهَا الَّذِيۡنَ اٰمَنُوۡۤا اِنۡ جَآءَكُمۡ فَاسِقٌ ۢ بِنَبَاٍ فَتَبَيَّنُوۡۤا اَنۡ تُصِيۡبُوۡا قَوۡمًا ۢ بِجَهَالَةٍ فَتُصۡبِحُوۡا عَلٰى مَا فَعَلۡتُمۡ نٰدِمِيۡنَ
“Wahai orang-orang yang beriman! Jika seseorang yang fasik datang kepadamu membawa suatu berita, maka telitilah kebenarannya, agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena kebodohan (kecerobohan), yang akhirnya kamu menyesali perbuatanmu itu.”
Kenapa tabayyun itu sangat penting? Ini adalah satu cara seseorang agar tidak mentah-mentah menerima kabar sesuatu dari orang lain, karena banyak perpecahan itu terjadi karena kurangnya rasa ingin tabayyun, andai saja banyak orang yang selalu bertabayyun dalam menyelesaikan suatu permasalahan, maka masyarakatpun akan lebih bisa meningkatkan kerukuan dengan tidak menghajar sana-sini dengan tindakan yang kurang elok dan ucapan yang tidak bagus ketika dihadapkan dengan suatu masalah.
Perintah perdamaian (Islah), sebagaimana di dalam Q.S. al-Hujurat (49): 9
وَاِنۡ طَآٮِٕفَتٰنِ مِنَ الۡمُؤۡمِنِيۡنَ اقۡتَتَلُوۡا فَاَصۡلِحُوۡا بَيۡنَهُمَاۚ فَاِنۡۢ بَغَتۡ اِحۡدٰٮهُمَا عَلَى الۡاُخۡرٰى فَقَاتِلُوا الَّتِىۡ تَبۡغِىۡ حَتّٰى تَفِىۡٓءَ اِلٰٓى اَمۡرِ اللّٰهِ ۚ فَاِنۡ فَآءَتۡ فَاَصۡلِحُوۡا بَيۡنَهُمَا بِالۡعَدۡلِ وَاَقۡسِطُوۡا ؕ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الۡمُقۡسِطِيۡنَ
“Dan apabila ada dua golongan orang-orang mukmin berperang, maka damaikanlah antara keduanya. Jika salah satu dari keduanya berbuat zhalim terhadap (golongan) yang lain, maka perangilah (golongan) yang berbuat zhalim itu, sehingga golongan itu kembali kepada perintah Allah. Jika golongan itu telah kembali (kepada perintah Allah), maka damaikanlah antara keduanya dengan adil, dan berlakulah adil. Sungguh, Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil.”
Islam sendiri disebarkan dengan proses kedamaian dan tanpa paksaan. Dalam catatan sejarah Nabi Muhammad saw, ia tidak pernah memulai peperangan terlebih dahulu dengan musuh, peperangan hanya terjadi ketika pihak musuh memulai dahulu. Dalam hal ini Kiai Sya’roni Ahmadi berpesan bahwa jika kita selama bisa berdamai, maka berdamailah karena itu jauh lebih baik.
Kiai Sya’roni Ahmadi sendiri adalah ulama tengah-tengah ahlus sunnah, tidak memihak kepada pihak kanan atau kiri. Dawuh beliau adalah “kita itu punya kemampuan dan kemampuan kita itu dibatasi oleh kemampuan Allah swt”. ini adalah pemahaman Kiai Sya’roni Ahmadi dengan ayat وسطا dalam menjelaskan Q.S. Al-Baqarah (2): 143
وَكَذٰلِكَ جَعَلْنٰكُمْ اُمَّةً وَّسَطًا
Dan demikian pula Kami telah menjadikan kamu (umat Islam) ”umat pertengahan”
Permasalahan memang akan selalu ada, namun kerukunan juga akan tetap ada sampai kapanpun. Hal ini tergantung dari diri kita sendiri ingin memilih menyelesakan masalah dengan cara rukun ataupun tidak. Kiai Sya’roni Ahmadi sendiri sudah melakukan apa yang memang harus dilakukan masyarakat agar selalu hidup rukun dan selalu menggunakan dasar al-Quran. Semoga kerukunan akan selalu terbentang disetiap kalangan tanpa ada yang menjatuhkan dalam sisi apapun.
Oleh: Noveri Denta U/Wardatun Nafisah A
Foto: NU Online