Bedah Tesis Seri #2: Nadzam Pesantren Cidahu, Azimat Penangkal Penyakit, Penarik Pezeki

Bedah Tesis Seri #2: Nadzam Pesantren Cidahu, Azimat Penangkal Penyakit, Penarik Pezeki

Ma’had Aly – Sabtu, 6/03/21. Dalam rangka Bedah 60 Hasil Tesis dan Disertasi, webinar kali ini berjudulkan “Nadzam Pesantren Cidahu (Kajian Sosiologi Sastra Kitab Ashlu al-Qadr Fi Kasha’isi Fadha’ili Ahli Badr), yang dinarasumberi oleh Achmad Reza Fahlepi. Penelitian ini menguak seorang ulama Banten, yaitu Abuya Dimyati. Dalam pembahasan kitab Ashlu al-Qadr, terdapat syair-syair yang berisikan nama-nama sabahat nabi saat perang yang dikarang langsung oleh Abuya Dimyati. “Siapa saja yang membacanya maka ia akan mendapat penjagaan oleh Allah juga mendapat pangkat setara dengan kewalian serta menghilangkannya dari kesulitan,” tutur pemateri. Reza menjelaskan tesisnya dengan gamblang sesuai dengan pengalaman pribadi ketika mengunjungi daerah penelitiannya. Dikatakan pula bahwa masyarakat Cidahu, Pandeglang-Banten ini kental dengan bau-bau mistis, oleh karena itu mereka masih percaya kepada semacan perdukunan.

Adapun karya Abuya Dimyati ini mengupas tentang keutamaan-keutamaan berzikir dengan karya sastra yang didukung konteks sosial masyarakat Banten. Maka, Banten dapat disebut sebagai pusat sejarah. Setelah diulas, ternyata Abuya dimyati hanya menulis mukadimah dan doa-doa pada akhir kitab. Dalam 148 bait, beliau hanya menuliskan sekitar 34 kali dari karangan aslinya. Gagasan menarik dari pemateri yakni, “Menurut mereka (para santri) kitab ini seperti azimat untuk menangkal penyakit atau menarik rezeki”, membuat penasaran para pendengar dengan isi nadzam tentunya. Dalam setiap karya-karyanya para ulama dahulu mengkaji dengan konsep-konsep sosiologi sastra. Wajar saja kita tertegun dalam menghayati setiap karya dari mereka terkhusus pada pembahasan kali ini, Abuya Dimyati. Menjelang akhir acara, banyak keteladanan yang dapat diambil salah satunya bahwa nadzaman itu diijajahkan secara bebas. Maksudnya, boleh dibaca tanpa harus meminta izin kepada sang guru terlebih dahulu. Karena, penutur telah bertanya sebelumnya dan diperbolehkan untuk kita mengamalkannya. (S. Yayu M.)

Leave a Reply