Bedah Tesis Seri #1: Teladani Kiai Hasan Maolani Kuningan, Mahasantri Peneliti Harus Kuat Mental di Lapangan

Bedah Tesis Seri #1: Teladani Kiai Hasan Maolani Kuningan, Mahasantri Peneliti Harus Kuat Mental di Lapangan

Ma’had Aly – Dalam Webinar akhir pekan Bedah 60 Hasil Penelitian Tesis dan Disertasi yang bertajuk “Gerakan Sosial Keagamaan Kiai Hasan Maolani (1782-1874 M) Kuningan Jawa Barat”, Sabtu pagi (27/02). Agus Kusman selaku narasumber, mengajak para peserta untuk menelisik lebih jauh proses penulisan sejarah.

“Orang yang menulis skripsi butuh pengalaman orang-orang yang telah menulis tesis,” ujar Agus memulai pembahasan. Ia mengajak peserta yang ingin menulis skripsi dan tesis, khususnya untuk melakukan pendekatan baik dengan datang dan wawancara langsung atau tidak langsung.

“Orang yang melakukan penelitian tentang sejarah harus ada rentang waktunya. Barangkali nanti kalau sudah menemukan satu tema, yang mau diambil tentang kiai, kita tentukan tentang: [1] waktunya kapan, itulah mengapa saya mengambil 1782, karena itu dari Kiai Hasan Maolani lahir dan 1872 karena beliau wafat. [2] menspesifikasi lagi di mana penelitian itu. Karena kiai Hasan Maolani lahirnya di Kuningan. Maka, dalam judul saya tempatkan Kuningan, Jawa Barat.” Demikian tutur Direktur Eksekutif Kuningan Institute, mengenai sistem pengambilan judul, tokoh, latar waktu dan tempat penelitian sejarah.

Gagasan yang menarik hendaknya disempurnakan dengan langkah-langkah penelitian, sebagaimana yang beliau kemukakan, “Ada beberapa yang harus dilakukan, yaitu [1] heuristik, pengumpulan data, [2] verifikasi sumber data, [3] interpretasi, menyimpulkan atau menguraikan kepentingan topik sejarah dan fakta-faktanya, [4] historiografi, penulisan sejarah.”

Menjelang akhir forum, Sufyan Syafi’i, dosen Ilmu Sejarah Ma’had Aly Jakarta, selaku moderator, juga banyak memaparkan kesimpulan terkait tokoh yang diusung oleh narasumber, yakni Kiai Hasan Maolani, “Tokoh sejarah lokal itu tidak hanya menjadi sebuah ikon di tingkat lokal, tapi memiliki keterkaitan erat dengan suatu gerakan yang lebih luas.” Dalam hal ini, perlu penelaahan yang teliti mengenai gerakan yang digencarkan Kiai Hasan Maolani. Kata narasumber, “Lihat dulu kondisi Islam pada abad 17 dan 18 mulai pada negara Arab langsung merucut kepada Asia Tenggara dan di Indonesia.” Menurutnya, kita perlu mengkaji apa yang terjadi pada masa itu, juga harus dikaitkan dengan keadaan sosial politik saat itu.

Di penghujung forum yang dilaksanakan secara virtual via Zoom Meeting itu narasumber memungkasi dengan beberapa saran dan wejangan, dalam setiap penelitian harus siap dan kuat mental. Apalagi penelitian di lapangan, harus berani mengambil resiko karena pasti ada orang yang menentang dan kekurangan sumber primer. Mahasantri jangan patah semangat dalam mencari sumber data, serta terus semangat melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

“Ketika ingin melakukan penelitian sejarah, carilah topik-topik yang dekat dengan kehidupan kita. Misalnya, kiai kampun, kiai lokal, kiai pesantren. Jangan sampai patah semangat karena, sumber primer saat ini sudah mudah diakses,” pungkasnya. (Maylitha/Fadhilah)

Leave a Reply